Catatan Mas AAS
Pendidikan Adalah Pembiasaan

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ) berarti: "proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik".
Dan pembiasaan adalah sebuah perilaku yang diulang untuk mendapatkan sebuah kemampuan, kurang lebihnya begitu. Dalam contoh kalimat yang di unggah dalam sebuah KBBI.
Penulis pada pagi ini mulai bekerja. Kumpulkan energi kebaikan dahulu dengan menyeruput kopi di warkop langganan. Agar saat bekerja nanti sebagai *ojek online* bisa senang dan bahagia, agar saat bekerja ditemukan orderan yang juga membuat diri ini turut bahagia pula.
Bukan kah nasib yang terjadi pada kehidupan seseorang pada satu hari ini, bisa di tilik dari awalan hidup yang di mulai pada waktu paginya!
"Pagi diawali pikiran kecil juga kerdil macam: rasa susah, sedih, dan rasa _nelongso_ maka begitulah hidup yang akan menghampirimu dalam satu hari ini, demikian juga sebaliknya," begitu yang diajarkan para tetua, dan sepertinya konsep ini juga berlaku bagi kaum bijaksana di alam modern sekarang!
Sambil duduk di warkop, menikmati segelas kopi tak lupa merapal *mantra* berupa doa-doa kebaikan yang di lantunkan kepada Allah SWT atas anugerah serta berkat hidup yang masih dialami penulis pada pagi dan hari ini.
Lalu, spontan penulis melihat para pelapak *dadakan* di pinggir jalan raya pada jual bendera, lengkap dengan aksesoris untuk menyambut perayaan hari kemerdekaan RI pada bulan depan!
Begitu semangat sekali para pelapak musiman tersebut menata produknya di pinggir jalan, berupa: bendera, tiang dari bambu, umbul-umbul, dan pernak-pernik lainnya. Membuat para pejalan seakan dipaksa melirik ke lapaknya!
Dan penulis seketika juga menjadi antusias melihat bendera *merah putih* tersebut berkibar, terkena angin pagi, dalam rupa nya yang beraneka ukuran!
Penulis pun jadi ingin memanggil ingatan tentang sejarah bagaimana kemerdekaan RI itu disiarkan ke seantero bumi pada hari itu: 17 Agustus 1945. Dengan ditandai di bacakannya teks *proklamasi* oleh Dwi Tunggal Pemimpin RI pada saat itu: Soekarno-Hatta.
Dan penulis lagi-lagi ingin membaca ulang teks proklamasi itu pada pagi ini di warkop langganan, untuk memaknai kata dan kalimat yang tertuang di dalam naskah proklamasi, sbb: "Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Soekarno/Hatta. Note besarnya yang di maknai oleh penulis adalah *pemindahan kekuasaan* yang akan dilaksanakan secepatnya dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Artinya apa? Ya, harus bekerja cepat: untuk membuat semacam *pegangan hidup* dalam bernegara, dan sebagai negara kita memiliki cita-cita besar seperti apa.
Dan semakin terharu lah penulis kepada para founding father tersebut. Begitu taktis dalam membuat ikatan yang kuat untuk memberi kekuatan kepada seluruh anak bangsa saat itu dari bumi Merauke hingga Sampai Sabang. Bahwa pada hari ini, saat itu, pada 17 Agustus 1945, kita sebagai bangsa dan negara bersepakat untuk *merdeka* bebas dari negara penjajah!
Dan dalam sejarah yang sudah tertulis pula, hari-hari selanjutnya. Para pemimpin bangsa tersebut, berpikir keras untuk merumuskan ideologi negara, dasar sebuah negeri: sebagai kompas dalam hidup, bekerja, serta membangun misi serta visi sebagai sebuah bangsa yang *merdeka*!
Singkat kata, lahirlah *PANCASILA* sebagai dasar negeri yang terdiri dari lima sila: Ketuhanan yang maha esa, Kemanusiaan yang beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang di Pimpin oleh Hikmat Permusyawaratan dan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia! Dan tentunya tak lupa dilahirkan pula: Pembukaan UUD 1945. Di dalam pembukaan ini, sebagai anak bangsa yang hidup di jaman millenial sekarang, kita semua sadar bahwa negeri ini memiliki *visi* yang begitu besar: "Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber cita-cita hukum dan moral yang ingin ditegakkan oleh bangsa Indonesia, baik di tingkat nasional maupun internasional".
Bagi penulis sendiri, kedua hal besar di atas, baik Pancasila dan 4 alenia yang ada di pembukaan UUD 1945 adalah *Harta Karun* yang tak ternilai yang dimiliki oleh negeri ini. Sebagai anak bangsa, sudah sepatutnya kita sangat *Percaya Diri* untuk hidup dan berjuang mewujudkan visi dan misi agung tersebut, baik sebagai individu pun sebagai sebuah *state* tanpa terkecuali.
Bangsa ini bukan bangsa *kaleng-kaleng*. Sejatinya benar-benar negeri ini adalah negeri yang besar. Tidak cukup untuk disebutkan dalam tulisan ini, berbagai bukti serta indikator yang membuat bangsa ini disebut bangsa yang besar. Satu misal saja, bahwa sudah menjadi jamak, bahwa bahasa yang dimiliki oleh negeri ini jumlahnya ratusan, hingga ada 500-an kurang lebihnya namun semuanya bersedia untuk sepakat menggunakan bahasa nasional yang satu yaitu Bahasa Indonesia. Dan prasasti termaktub serta diikat dalam sebuah acara bersejarah di dalam negeri ini yaitu *sumpah pemuda*.
Kembali ke judul tulisan. Pendidikan adalah sebuah pembiasaan. Bagaimana jadinya kalau setiap anak bangsa *di cekok'i* oleh orang- orang tidak bertanggung jawab atau komunitas semisal: bahwa negeri ini kerdil, negara jajahan, negara sarang koruptor meski fakta itu diakui ada, dan negara yang tak *becus* mengelola SDA dan SDM nya hanya karena terlalu di anggap tidak mampu semisal. Dan obrolan seperti itu kita tularkan dalam _guyon maton parikeno_ yang sporadis bernada negatif setiap hari dalam platform digital dan media sosial. "Apa yang akan terjadi pada generasi kita, anak-anak muda kita, yang notabene akan menjadi penerus para founding father di atas, dalam memimpin negeri ini di masa depan?"
Tentu saja diawali dari level individu, kita semua harus PD (percaya diri) untuk memahami dengan hati, bahwa negeri ini benar-benar negeri yang besar. Dan kita sadar untuk belajar kembali, baik sebagai individu dan sebagai negara, karena telah memiliki modal ideologis yang sangat mulia: pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Dan tengoklah ke luar, tidak banyak negara di muka bumi ini, yang memiliki tujuan dan alat pemersatu bagi setiap anak bangsanya seperti yang dimiliki oleh NKRI ini di atas!
Dan sekali lagi karena esensi pendidikan itu adalah *pembiasaan*. Kedua nilai yang terkandung di dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sendiri, harus menjadi jalan hidup dalam *laku kehidupan* sehari-hari, bukan sekadar slogan dalam bentuk kertas yang di tempel indah di dinding rumah, sekolah, kampus, dan institusi belaka, ironi.
Ya, sekadar menuliskan _uneg-uneg_ di pagi hari, sebelum lanjut bekerja menjadi tukang ojek keliling kota pahlawan Surabaya. Menjemput rejeki, sebongkah emas dan berlian, amin yra.
AAS, 5 Juli 2023
Warkop Langganan Rungkut Surabaya