"Jejak Seorang Sahabat" Puisi Wiji Thukul yang Ditulis Saat Berusia 21 Tahun

Reporter : -
"Jejak Seorang Sahabat" Puisi Wiji Thukul yang Ditulis Saat Berusia 21 Tahun
Puisi Wiji Thukul

Surabaya,JatimUPdate.id, - Aku baru membaca tulisan ketikan ini. Ditulis oleh kangmas Thukul, mungkin saat masih berumur 21 atau 22 tahun. Dikirim oleh sahabat baiknya Sugiyarto Darmawan. Maturnuwun mas Gik. Mohon ijin melampirkan riwayat dari tulisan ketikan ini.

JEJAK SEORANG SAHABAT
: Sugiarto B Darmawan

Suatu siang yang panas.Aku tidur tiduran ayam, setelah lelah membaca. Tiba tiba ada yang mengetuk pintu
"Sinten nggih?" tanyaku
" Cah Jagalan" sahut sang tamu.
"Woooo...Thukul to?"
"Hee...hee...heee . "
Aku buka pintu.
"Waduhhhh... numpak apa?"
" Mlaku waee..!!""
"Dhewekan wae?"
" Yo .. lah "

Itulah satu momen tentang persahabatanku dengan Wiji Thukul, penyair yang dihilangkan Orba di penghujung masa kekuasaannya.
Aku sendiri kenal Thukul akhir 1984, saat menghadiri acara pembacaan puisi Kriapur ( Kristanto Agus Purnomo). Yang kuingat dalam diskusi, Thukul menyerang Kriapur yang puisi imajisnya dinilai jauh dari fakta sosial yang ada. Tidak membumi. Khas penyair kampus. Setelah acara selesai aku kenalan dengan Thukul di wedangan depan masjid Kamandungan Keraton Surakarta. Pulangnya kami jalan kaki bersama. Di pasar Gedhe kami berpisah, Thukul ke arah timur, rumahnya di Jagalan. Aku lurus ke utara, ke tempat kostku di Kepatihan Wetan.

Setelah Itu persahabatan kami makin kental. Aku sering ke rumahnya di kampung kumuh Mboro, masuk wilayah kelurahan Jagalan. Thukul pun sering ke rumahku seperti pada siang yang panas itu, dengan berjalan kaki dari rumahnya yang berjarak hampir lima kilometer lebih dari rumahku.

"Yen isih ngantuk balio turu, Giek!... Njilih tikmu yo?" katanya.
Dalam tidur tidur ayam aku dengar suara tik.. tik.. tik... Thukul mulai nulis puisi. Aku tertidur.

Bangun sudah magrib. Thukul aku lihat juga sudah tidur di sampingku.
Kunyalakan lampu. Aku lihat di mesin tik masih terpasang kertas folio buram . Aku baca puisi yang ditulis Thukul. Tak ada judulnya. Aku baca puisi Itu :

Aku jalan di jalan tidak ada apa
seperti semut aku berlari.matahari
di ubun ubunku. ingin sampai aku berlari.
begitu jauh. begitu lama. apa yang ditempuh.

Tiba di mana. masih ke mana. begitu jauh.
begitu lama. untuk apa.
aku jalan di jalan tidak ada apa apa
aku menulis di sepanjang jalan. aku menulis

Di tembok tembok. jembatan. hutan, duka.
airmata. awas. awas. awas.
persiapkanlah dirimu karena sejuta anak panah ingin menyatai dagingmu. persiapkanlah dirimu karena rumah rumah pesta ingin melupakan dirimu
persiapkanlah dirimu karena maut di tiap sudut.

Untuk apa. untuk apa. aku menulis di sepanjang jalan
sepanjang jalan yang aku tidak tahu ke mana.

Puisi Itu mungkin diilhami waktu Thukul berjalan di terik matahari menuju rumahku. Mungkin saja itu baru semacam draft puisi yang belum jadi. Sehabis Magrib, aku bersama Thukul ke Solo nonton pementasan teater di Taman Budaya Surakarta. Habis nonton aku antar Thukul ke rumahnya. Aku pulang

Sampai rumah , aku lihat di mesin tik portabelku, kertas yang dipakai nulis puisi  Thukul kemarin masih terpasang . Mungkin lupa dicabut dan dibawa.Aku ambil kertas Itu dan aku simpan sampai sekarang.

Tegalmade, Mei 2023.
Sugiarto B Darmawan: petani , penyair ecek ecek. Tinggal di Tegalmade, Mojolaban Sukoharjo

FB WAHYU SUSILO. (Yh)

*Puisi Wiji Thukul ini sedang ramai diperbincangkan di sejumlah grup WA wartawan

Editor : Ibrahim