Bisnis Media Cetak di Era Digital Antar Sekum PWI Jatim Raih Gelar Doktor

Reporter : -
Bisnis Media Cetak di Era Digital Antar Sekum PWI Jatim Raih Gelar Doktor
Sekretaris Umum (Sekum) PWI Jatim, Eko Pamuji mengikuti Ujian Terbuka Program Doktoral di Fisip Unair, Senin 19 Desember 2023, pukul 13.30 wib di ruang Adi Sukadana Fisip Unair, Kampus B Jalan Dharmawangsa Surabaya.

Surabaya, JatimUPdate.id,- Bisnis Media Cetak di Era Digital Antar Sekum PWI Jatim Raih Gelar Doktor. Sekretaris Umum (Sekum) PWI Jatim, Eko Pamuji mengikuti Ujian Terbuka Program Doktoral di Fisip Unair, Senin 19 Desember 2023, pukul 13.30 wib di ruang Adi Sukadana Fisip Unair, Kampus B Jalan Dharmawangsa Surabaya.

Dengan mengangkat disertasi berjudul “Bisnis Media Cetak di Era Digital”, Eko akan menghadapi penguji untuk meraih gelar doktornya. Dalam penelitiannya, berangkat dari fenomena sejumlah media cetak atau surat kabar di dalam dan luar negeri menutup usaha penerbitannya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, bersamaan dengan terus berkembangnya teknologi digital (era digital). Secara keseluruhan, media cetak menghadapi tantangan besar di era digital ini.

Baca Juga: KJRI Cape Town dan PWI Jatim Ngobrol Bareng, Ini yang Dibahas

“Tujuan penelitian ini untuk mengungkap dan mendapatkan gambaran tentang bisnis media cetak di Jawa Timur (Jawa Pos dan Surya) di era digital dan implikasinya terhadap kelangsungan hidup media cetak,” tandas EKo yang juga menjabat General Manager (GM) Koran Duta dan Sekretaris Jendral (Sekjen) JMSI.

Menurut Eko, bisnis media cetak menghadapi pesaing yang menawarkan produk dan jasa lebih murah, mudah, dan cepat (efisien). Beberapa pesaing itu adalah  media cetak lainnya dalam fomat media berbeda (Curran and Gurevich, 2000).

Pesaing lainnya adalah pendatang baru di pasar berita  (konten informasi) yaitu media digital (media baru) yang sama “hausnya” akan pendapatan iklan yang dinikmati media cetak ‘secara tradisional’ (Gurevitch & Curran, 1996). Fenomena ini dijadikan penulis untuk mengungkap bagaimana masa depan bisnis media cetak yang sekarang ini memasuki masa-masa sulit (Sunkara, 2013). Sekira lima sampai sepuluh tahun terakhir, bisnis media cetak sudah mulai merosot. Ini ditandai oleh penurunan jumlah pembaca dan pendapatan iklan.

Survei Nielsen 2017, lima tahun lalu, menemukan bahwa pembaca media digital  sudah  melebihi  jumlah  pembaca  media  cetak  di  Indonesia.  Helen Katherina, Direktur Eksekutif Nielsen Media Indonesia, menjelaskan bahwa kepercayaan publik bahwa media harus bebas (gratis) menyebabkan peningkatan intrusi media digital sebesar 11% pada tahun 2017.

Neilsen berhasil memperoleh hasil wawancara dengan 17 ribu responden setelah melakukan survei terhadap 54 juta orang di 11 kota. Hasilnya, hanya 10% orang berusia antara 10 dan 19 tahun yang menggunakan media berbasis cetak sebagai media sumber informasi, sedangkan 73% pembaca media cetak berusia antara 20 dan 49 tahun.

Kondisi lain menunjukkan bahwa 17 persen anak muda berusia 10 hingga 19 tahun mengakses informasi secara online. Menurut temuan survei ini, untuk memenuhi kebutuhan generasi z (berusia antara 10 dan 19), media  cetak harus mempertimbangkan pergeseran praktik mereka dari tradisional ke digital.

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian tersebut di atas, penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam. Hasil wawancara mendalam selanjutnya dianalisis, direduksi, sampai pada penarikan kesimpulan. Untuk menggambarkan fenomena bisnis media cetak di era digital khususnya di Jawa Timur (Jawa Pos dan Surya), menggunakan teori Marxist Media.

Marxis Media terjadi pada era perang dunia kedua (PD II), sementara   kapitalisasi yang diungkap penulis dalam kaitannya dengan bisnis media cetak, terjadi pada era digital atau era revolusi industri 4.0.

Dengan menggunakan pondasi teori Marxis Media, peneliti mencabar konseptualisasi yang ada dalam setiap kata kunci, yaitu kapitalisasi. Konseptualisasinya  adalah  kapitalisasi,  maka  peneliti  mengungkapkan  bahwa keberpihakan teori Marxis Media adalah untuk kepentingan ekonomi dan atau kepentingan politik.

Sistem kapitalis dicirikan dengan membayar upah pekerja. Pandangan utama Marx tentang Kapitalisme lebih dari sekadar sistem ekonomi : itu adalah kapitalisasi, dan yang terpenting lagi bahwa kapitalisme adalah sistem kekuasaan  di  mana  relasi-relasi  ekonomi  telah  berubah  menjadi  kekuatan-kekuatan politis (Ritzer & Goodman, 2011). Media adalah mood of production dalam ekonomi kapitalisme. Yaitu terdapat proses industri dari modal yang melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja.

Bentuk kerja yang eksploitasi adalah produk berita. Dalam teori Ekonomi Politik Media, bagaimana industri dalam media melalui pruduk  public relation, merupakan produk kerjasama kekuasan dalam membentuk kesadaran masyarakat untuk keopentingan kekuasaan. Media mendapat uang atau kapital, negara mendapat kesadaran publik yang diinginkan.

Industri surat kabar sudah dikepung oleh pesatnya media berbasis internet akibat perubahan zaman, itulah fenomena saat ini terjadi. Meski sejumlah surat kabar mengalami masa sulit sampai ada yang menutup usahanya, di masyarakat masih ada surat kabar yang berdiri dan bertahan hidup.

Misalnya, Kompas, Jawa Pos, Surya, Rakyat Merdeka, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat dan lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil kasus surat kabar yang masih tetap bertahan di era digital yaitu Jawa Pos dan Surya. Kedua surat kabar harian ini berpusat di Surabaya Jawa Timur.

Peneliti menempatkan dua surat kabar itu sebagai kelompok bisnis surat kabar papan atas dan menengah. Papan atas diwakili Jawa Pos dan surat kabar kelompok menengah diwakili Surya. Persaingan bisnis surat kabar yang semakin sengit menyebabkan terbentuknya konglomerasi media.

Penelitian  ini  menghasilkan  beberapa  simpulan  seperti  berikut.  Pertama, bahwa kedua perusahaan media cetak (Jawa Pos dan Surya) telah menerapkan komodifikasi, spasialisasi, dan globalisasi agar dapat terus menghasilkan inovasi media  dan  produk  perusahaan  lainnya  serta  mempertahankan eksistensinya, sebagai industri media massa. Jawa Pos dan Surya tetap menghasilkan konten berita berkualitas tinggi dengan profesionalisme dalam lingkungan konglomerasi.

Keduanya telah menghasilkan produk berita yang sesuai dengan kemajuan teknologi. Kedua, model–model kapitalisasi yang dilakukan oleh Jawa Pos dan Surya telah berdampak pada proses pembuatan konten. Proses penulisan berita yang sebelumnya dilakukan di kantor dengan piranti dan fasilitas yang disiapkan kantor berubah menjadi aktual dan menuntut integrasi beragam platform.

Baca Juga: FGD Pers Mengawal Pembangunan Daerah Berkelanjutan di Pendopo Kabupaten Jember

Ini membuktikan bahwa dampak perubahan pada landskap media sepenuhnya bergantung pada kepentingan kapital yang kemudian menekan kelas pekerja. Namun, pada konteks Jawa Pos dan Surya tidak ada penolakan yang disadari dalam pemikiran pekerja atau pemikiran merasa dirugikan ataupun merasa tereksploitasi. Jurnalis merasa modus kerja yang berimbas  pada konten dan produksi konten sebagai konsekuensi dari visi dan misi holding media mereka dalam upaya mempertahankan kelangsungan bisnis media.

Berdasarkan analisis, interpretasi, dan diskusi pada penelitian ini maka dapat disimpulkan  beberapa  hal  sebagai  berikut:  Pertama,  model  media  laba–laba sebagai  konsekuensi  logis adanya  konglomerasi  media  dibangun  semata–mata sebagai upaya bertahan media untuk melebarkan pengaruh, persaingan antar holding, dan melebarkan dominasi modal dan kapital. Kedua, media secara sistematis bertahan dari penurunan oplah cetak dan pendapatan iklan dengan melakukan strategi konten.

Dalam konteks Harian Surya, integrasi digital multiplatform menjadi pilihan logis untuk menjawab melesatnya demand akan konten digital, dan mengantisipasi semakin turunnya oplah media cetak. Dalam konteks Jawa Pos, menciptakan 200 Radar baru sebagai satelit dari Jawa Pos menjadi pilihan yang diambil Jawa Pos untuk bertahan dari gempuran digital.

Memilih konsep Hyper-Local yang lebih mengetengahkan konsep lokalitas berita sebagai senjata melawan penurunan oplah cetak. Selain itu, Jawa Pos secara aktif merebut ceruk–ceruk pasar yang sudah ditinggalkan pesaing media cetak lainnya yang berhenti cetak melalui jaringan 200 Radarnya.

Ketiga, Jawa Pos dan Surya menggunakan praktik ekonomi  politik  media untuk meningkatkan dominasi perusahaan media dan menunjukkan ketahanan media dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi yang ditopang langsung oleh pemilik modal. Dominasi produksi konten media sesuai dengan preferensi pemilik modal mengontrol perluasan dominasi media. Inovasi kedua perusahaan media itu masih terus dilakukan agar masyarakat tetap tertarik membaca berita, baik tradisional maupun digital. Baik Jawapos maupun Surya memiliki karakteristik yang diperlukan untuk mempertahankan eksistensi bisnis baik cetak maupun online.

Perilaku  dan  sifat  bisnis  media  massa,  khususnya  surat  kabar,  berubah sebagai   akibat   perkembangan   teknologi   digital.   Penelitian   ini   melengkapi pendapat Chandler (2014) bahwa memang benar media dalam hal ini pemilik media  memiliki  kuasa  dan  kekuatan  untuk  menempatkan  kekuatannya  dalam

proses  ekonomi  dan  struktur  media  jika  dalam  kondisi  tidak  ada  perubahan lanskap media. Temuan penelitian ini menekankan dalam kondisi perubahan lanskap media, ada faktor lainnya yang mempengaruhi secara langsung perubahan proses  ekonomi  dan  struktur  media  tersebut,  yakni  proses  digitalisasi.

Baca Juga: Pengamat Politik: Kandidat Cawagub Non-Partai Perlu untuk Jatim ke Depan

Faktor tersebut justru ikut mengubah proses ekonomi dan struktur media. Khalayak warganet yang menuntut informasi real-time tersaji dalam gawai mengubah struktur kerja jurnalis yang menjadi multiplatform. Selain itu, dengan proses digitalisasi memaksa konglomerasi media melakukan strategi media laba–laba guna mengamankan posisi dominasi mereka dalam percaturan media.

Berdasarkan simpulan tersebut, terdapat dua proposisi yang  disusun. Pertama, Jawa Pos   dan Surya sebagai media cetak di Jawa Timur mempertahankan kelangsungan bisnisnya dengan adaptasi modus digital dalam proses produksi dengan dalih efisiensi kerja dan adopsi teknologi. Kedua, digitalisasi menjadi justifikasi untuk mempertahankan kepentingan modal.

Jawa Pos menerapkan strategi memperkuat basis cetaknya dengan modus Hyperlocal untuk merebut ceruk-ceruk pasar di daerah. Sedangkan Surya sebagai mikro-struktur dari jaringan Kompas Gramedia menghadirkan integrasi konten digital multimedia dan multiplatform untuk mendiversifikasi raihan pelanggan dan mempertahankan eksistensinya di percaturan media Jawa Timur.

Model Media Laba-laba adalah model untuk menciptakan keberlangsungan bisnis media cetak di era digital dengan melibatkan seluruh jaringan yang ada, baik jaringan media maupun non-media, menjadi sebuah jaringan yang sistematis.

Sistem  kerja  model  media  laba-laba adalah  bagaimana  sebuah  media  beruasa mempertahankan diri sisi bisnisnya agar tetap terus beroperasi. Satu sisi, media laba-laba harus mempertahankan apa yang sudah diperoleh dan di sisi lain, jaring- jaring laba-laba harus tetap menjulur ke segala arah untuk mencari mangsa dan menjerat mangsanya agar tidak lari.

Apakah ini bentuk eksploitasi seperti yang disampaikan Marx, penelitian ini telah membuktikannya bahwa eksploitasi itu tetap ada. Eksploitasi sekarang dilakukan oleh  teknologi  digital  yang mana  di  balik teknologi  digital itu ada kapitalis. Bahwa bentuk model media laba-laba dengan mengerahkan segala kekuatan yang ada agar bisnis media tetap berlangsung, ini adalah bentuk kesadaran baru dari pekerja untuk tetap mempertahankan eksistensi medianya. (YH)

Bersama pengurus PWI jatim setelah ujian doktoralBersama pengurus PWI jatim setelah ujian doktoral

 

Editor : Nasirudin