Bencama Demografi Jika Masalah Stunting Tidak Teratasi

Reporter : -
Bencama Demografi  Jika Masalah Stunting Tidak Teratasi
Jokowi minta kepala bkkbn pastikan percepatan penurunan stunting tepat sasaran

JAKARTA (JATIMUPDATE.ID) Pemerintah Indonesia saat ini sedang melaksanakan Program Percepatan Penurunan Stunting dan menempatkannya sebagai salah satu target yang harus dicapai dalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sejak tahun 2009 dan padaRPJMN 2020 –2024. Targetnya adalah menurunkan prevalensi hingga 14 % pada tahun 2024.

Pemerintah telah meluncurkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting sebagai payung hukum dalam pelaksanaan percepatan
penurunan stunting.

Baca Juga: Wujudkan Zero Stunting, Ratusan Anak Surabaya Makan Telur Dan Minum Susu Bersama

Masalah stunting atau gagal tumbuk akibat gizi buruk menjadi ancaman serius bangsa Indonesia kedepan.

Bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia pun diprediksi bisa berubah jadi bencana demografi jika masalah stunting tidak kunjung teratasi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan telah menegaskan, target penurunan angka prevalensi stunting 14 persen pada 2024 mutlak harus dicapai.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang ditugaskan memimpin agenda pencegahan dan percepatan penurunan stunting mengajak agar seluruh pihak memperhatikan asupan gizi seimbang.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, bahwa asupan gizi memiliki peran besar dalam menyebabkan stunting.

"Menurut saya, masalah mindset yang berkaitan dengan pemikiran dan pengetahuan tentang gizi seimbang itu penting. Saya minta, ahli-ahli gizi, Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit agar terus melakukan sosialisasi tentang gizi seimbang," katanya dalam diskusi daring yang digelar FMB9 bertajuk Percepatan Pencegahan Stunting, Senin (4/4/22).

Baca Juga: Program Pengentasan Balita Stunting, Walikota Eri Cahyadi Apresiasi Terminal Petikemas Surabaya

"Kalau kita lihat banyak orang yang mampu juga, tetapi makanannya tidak gizi seimbang. Ada juga yang pengetahuannya kurang, meminta BLT kemudian sebagian besar digunakan untuk beli rokok dan lain-lain. Ini semua karena pemahaman dan pemahaman untuk menentukan prioritas terhadap masalah kesehatan," sambung Hasto Wardoyo.

Adapun penyebab stunting lainnya adalah faktor sanitasi. Faktor lingkungan ini dikenal dengan sebutan faktor sensitif.

"Ya kalo kita lihat seperti kemarin kita ke NTT, faktor lingkungan kemudian menjadi suatu masalah yang penting sekali untuk diperhatikan seperti katarak, air bersih, rumah tidak layak huni, kemudian juga camban begitu. faktor-faktor itu yang dikenal faktor sensitif," urai Hasto.

Hasto menuturkan, jika faktor lingkungan ini tidak diperhatikan dengan baik, makan akan menyebabkan anak mudah sakit seperi diare, TBC dan seterusnya yang berakibat pada turunnya berat badan.

Baca Juga: Cegah Stunting, Masyarakat Perlu Edukasi Bikin Makanan Sehat Bergizi

"Kalau itu kurang bagus, maka akan menjadikan anak mudah sakit dan kalau sakit akhirnya berat badan tidak naik dan seterusnya seperti diare, TBC," tambahnya.

"Kalau dua tiga bulan tidak naik, maka bulan-bulan berikutnya tinggi badannya tidak naik dan akhirnya tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya. Kemudian kita katakan stunting, begitu," imbuhnya.

 

Editor : Redaksi