Oleh: Fathorrahman Fadli

Menghidupkan Demokrasi Ekonomi Kita

Reporter : -
Menghidupkan Demokrasi Ekonomi Kita
Foto istimewa

Indonesia adalah bentangan luas bangsa-bangsa yang kaya-raya. Ia diikat oleh persamaan bathin sebagai bangsa-bangsa yang senasib sepenanggungan. Mereka berikrar menjadi satu bangsa demi tujuan meraih keadilan dan kesejahteraan secara bersama-sama. Oleh para sosiolog,  Indonesiapun sering pula disebut sebagai Negara Kesepakatan. Ada juga yang menyebut bangsa-bangsa yang bersatu karena imajinasi Soekarno dan Hatta. Tentu personifikasi itu berlebihan jika tanpa dukungan dari seluruh warga bangsa. Oleh karena itu, ada benarnya jika Benedict Anderdon menyebut Indonesia kita itu sebagai Imagine Communities, suatu komunitas hasil imajinasi atau rekaan para tokohnya, yang diwakili Soekarno-Hatta.

 

Baca Juga: "Gejayan Kembali Memanggil", Aksi Protes Kondisi Demokrasi 

Lepas dari aneka pandangan itu ada baiknya kita melihat fakta-fakta di hadapan kita. Disadari atau tidak,  cita-cita bersama tentang Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera itu sejatinya masih dalam posiai _on going process. Artinya, kita masih membutuhkan banyak waktu untuk mewujudkan cita-cita dan mimpi Indonesia itu. Saya tegaskan, kita belum menjadi Indonesia. Sejalan dengan cita-cita luhur bangsa itu, kita harus menghadapi berbagai hambatan dan rintangan yang menggangu pencapaian tujuan berbangsa  itu.

 

 Kekayaan Bangsa Kita

 

Di setiap sudut negeri ini menyuguhkan pesona alam yang menakjubkan. Segala rupa kekayaan hayati tersedia di negeri berjuluk zamrud khatulistiwa ini. Begitu pula kekayaan sumber daya alam fisiknya. Aneka mineral yang biasanya kita pelajari selama di SMA yaitu deretan Unsur-Unsur kimia ala Dmitriy Ivanovich Mendeleyev itu dikabarkan semua terkandung di sudut-sudut bumi bangsa ini. Oleh karena itu banyak bangsa lain si sunia menyebut Indoneaia sebagai a apart of heaven atau patahan surga.

 

 

Jika kita berkelana dari satu pulau ke pulau lainnya, pesona alamnya memadu indah dengan karakter orang-orang yang berdiam di dalamnya. Betul-betul indah nian, bak patahan surga dunia.

 

Namun semua kekayaan itu belum bisa dikelola oleh bangsa sendiri. Negara yang diwakili oleh pemerintah masih menjadi pelayan bangsa lain dengan memberikan berbagai fasilitas fiskal yang mereka butuhkan. Sedangkan rakyat masih terus menjadi penonton dan budak di negeri sendiri. Para petinggi di negeri kurang memiliki perhatian yang serius untuk rakyatnya. Beberapa bantuan insidental seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan beli minyak goreng, itu hanyalah pelipur lara yang tidak mampu menyelesaikan inti masalahnya, kemiskinan dan pemiskinan.

 

 Demokrasi Ekonomi

 

 Demokrasi Ekonomi bisa dikatakan berlangsung sehat manakala disparitas sosial ekonomi bangsa secara nasional tidak terlalu jauh. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin tidak terlalu jomplang dan menganga. Kehidupan perekonomian rakyat berjalan dengan baik tanpa gejolak harga yang mencekik rakyat.

 

Rakyat dapat membeli setiap kebutuhan hidupnya dengan kemampuannya sendiri. Prinsip keterjangkauan rakyat atas harga-harga kebutuhan pokok harus menjadi pertimbangan utama dalam pengendalian pasar oleh pemerintah. Pemerintah berhak membangun proteksi khusus untuk menjaga kestabilan harga sejumlah bahan pokok di pasaran. Tidak bisa harga-harga kebutuhan pokok masyarakat dibiarkan begitu rupa pada mekanisme pasar yang liar. Pasar memiliki wataknya sendiri. Jika dibiarkan, maka keberadaan pemerintah dalam menjaga rakyatnya pasti akan terabaikan.

Baca Juga: UB Siap Kolaborasi Dengan KKP Implementasikan Ekonomi Biru

 

Saat ini kemarahan rakyat atas melambungnya harga minyak goreng dan kebutuhan pokok lainnya, juga harga pertamak yang naik secara cukup fantastis, bagi rakyat adalah penderitaan yang luar biasa.

 

 Berbulan-bulan lamanya krisis  minyak goreng belum mendapatkan penanganan yang melegakan ibu-ibu rumah tangga yang menjadi benteng pertahanan ekonomi rumah tangga rakyat.

 

Untuk kepentingan itu sekelompok Ibu-ibu yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) sangat aktif melakukan perlawanan terhadap sejumlah kebijakan pemerinta hnyang.dinilai tidak adil. Mulai kasus Covid 19, harga PCR yang dipermainkan mafia bisnis alat-alat kesehatan oleh oknum di sekitar penguasa, tes antigen menyedot uang rakyat dan kebijakan lain yang tidak pro rakyat.

 

Kepedihan yang dialami rakyat terutama rakyat kecil nan miskin sangatlah membutuhkan keinginan baik pemerintah dalam memperbaiki keadaan ekonomi. Pemerintah tidak bisa terus menerus membela kelompok-kelompok tertentu bahkan etnis tertentu dengan menuruti apa kata mereka.

 

Baca Juga: LEMI HMI Cabang Semarang Laksanakan Dua Diskusi Interaktif

Penderitaan yang panjang akan melahirkan kemarahan rakyat yang masif. Ketika itu terjadi sesungguhnya kesalahannya terletak pada pemerintah. Rakyat yang marah adalah efek lanjut dari tidak becusnya pemerintah dalam mengelola negara.

 

 

 Akses Ekonomi Berkeadilan

 

Jauh sebelum Indonesia merdeka, Bung Hatta memiliki gagasan tentang penting perekonomian nasional Indonesia Merdeka kelak,  disusun sebagai usaha bersama seluruh bangsa. Perekonomian yang demikian itu oleh Bung Hatta dipandang penting agar akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Jika penguasaan akses ekonomi itu hanya pada orang-orang tertentu, maka, lanjut Bung Hatta akan terjadi penumpukan harta hanya pada mereka saja. Oleh karena itu bisa dimengerti jika keadaan itu tercipta maka akan  bermuara pada suburnya kejahatan atau kriminalitas dalam masyarakat.

 

Kriminalitas akan melahirkan dampak ikutan yang kemudian semakin memperburuk keadaan dalam masyarakat suatu bangsa. Oleh karena itu, meningkat atau menurunnya angka kriminalitas sangat ditentukan oleh seberapa besar akses masyarakat terhadap sumber-sumber ekonomi nasional. Pemerintah tidak bisa membiarkan para perampok sumber-sumber ekonomi nasional sedemikian rupa sehingga rakyat tumbang oleh perihnya beban hidup mereka.

Editor : Redaksi