Pro dan Kontra Penunjukan Kepala BIN Sulteng Brigjen Andi Chandra As'aduddin Sebagai PJ Bupati

Reporter : -
Pro dan Kontra Penunjukan Kepala BIN Sulteng Brigjen Andi Chandra As'aduddin Sebagai PJ Bupati
Ilustrasi pilkada serentak

JAKARTA (Jatimupdate.id) -Pro dan Kontra Penunjukan Kepala BIN Sulteng Brigjen Andi Chandra As'aduddin PJ sebagai Bupati Seram Bagian Barat. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan penempatan perwira tinggi (pati) TNI aktif sebagai penjabat kepala daerah tidak salah.

"Soal penempatan TNI sebagai penjabat kepala daerah, itu oleh undang-undang, peraturan pemerintah, maupun oleh vonis MK (Mahkamah Konstitusi) itu dibenarkan," kata Mahfud, Rabu (25/05).

Baca Juga: TMMD Percepat Akselerasi Pembangunan Desa

Dia menjelaskan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa anggota TNI tidak boleh bekerja di luar institusi TNI, kecuali di 10 institusi kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) seperti di Kemenkopolhukam, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Dan itu boleh TNI bekerja di sana," tukasnya.

Penempatan anggota aktif TNI maupun Polri sebagai penjabat kepala daerah, lanjut Mahfud, juga diperkuat oleh UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Di Pasal 27 UU ASN itu disebutkan bahwa anggota TNI dan Polri boleh masuk ke birokrasi sipil, selama diberi jabatan struktural yang setara dengan tugasnya.

"Kemudian ini disusul oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, dimana di situ disebutkan TNI, Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara," jelasnya.

Mantan ketua MK itu juga mengomentari perihal vonis MK yang sering disalahpahami dalam merespons penempatan anggota aktif TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah.

Vonis MK itu, menurut Mahfud, menyebutkan dua hal. Anggota TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, kecuali pada 10 institusi kementerian yang selama ini sudah ada.

"Lalu, kata MK, sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh, ya boleh menjadi penjabat kepala daerah. Itu sudah Putusan MK Nomor 15, yang banyak dipersoalan orang tuh, (Peraturan MK) Nomor 15 (Tahun) 2022 itu.Coba dibaca keputusannya dengan jernih," katanya.

Dia mengatakan Pemerintah telah empat kali menunjuk anggota aktif TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah.

"Pada 2017, kami menggunakan ini, (kemudian) 2018, yang terbanyak itu 2020. Itu banyak sekali dan itu sudah berjalan seperti itu ketika ada pilkada-pilkada daerah COVID-19; yang semula itu dikhawatirkan di era di tempat-tempat yang ada pilkada COVID-19 akan meledak, tapi ternyata tidak juga. Ini sudah jalan dan aturan-aturannya sudah ada," ujarnya.

Baca Juga: Tim Keslap TMMD ke-119 Periksa Kesehatan Warga Brengkok di Awal Puasa Ramadan 1445 H


Panglima TNI Siap Mendukung dan Mengikuti Aturan


Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun angkat bicara mengenai kontroversi itu. Andika menyebut penunjukan Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat merupakan keputusan pemerintah.
Andika menerangkan, pihaknya masih menelaah aturan yang ada mengenai TNI aktif yang menjabat sebagai Pj kepala daerah.

"Itu kan keputusan pemerintah. Saya sendiri nanti akan melihat (aturannya). Aturannya sedang kami pelajari. Tim hukum dari TNI sedang mempelajarinya," kata Andika di kampus UGM, Yogyakarta, Rabu (25/5).


Meskipun akan melakukan kajian hukum terkait penugasan TNI aktif menjadi Pj kepala daerah, Andika menyebut penunjukan ini merupakan bentuk kepercayaan dari pemerintah.


"Tapi jelas kalau ini adalah kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah. Kami siap mendukung walaupun kami juga akan mengikuti aturannya," tegas Andika.

Baca Juga: Dandim 0808/Blitar Dampingi Tim Wasev Tinjau Sasaran TMMD ke-119 TA.2024 di Wilayah Kabupaten Blitar


Mendagri di minta membatalkan
Rabu (25/5), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Mendesak Pemerintah dalam hal ini melalui Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI Aktif sebagai Pj. Bupati sebagaimana hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pelanggaran hak asasi manusia;


Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai penunjukan prajurit TNI aktif menjadi Pj. Kepala Daerah Seram Barat merupakan bentuk dari “Dwifungsi TNI” yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, Pasal 30 ayat (3) UUD NRI 1945 yang mengatur secara Tegas menyebutkan bahwa Tugas pokok TNI adalah menegakan Kedaulatan Negara, Mempertahankan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, serta melindungi Segenap bangsa dan Seluruh tumpah darah Indonesia dari Ancaman dan Gangguan terhadap Keutuhan Bangsa dan Negara Telah diatur secara rinci tentang Tugas Militer sebagai alat Pertahanan Negara yang tidak dapat dimasukan dalam ruang lingkup Penegakan Hukum (Law Enforcement) maupun Instansi Sipil Pemerintahan Daerah;

Mendesak Negara untuk menegakan dan menjunjung Profesionalisme Tentara Nasional Indonesia sebagai Alat Pertahanan Negara sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan serta Amanat Reformasi demi keberlangsungan Demokrasi.
Selain itu Koalisi juga menilai, sekalipun orang yang akan ditunjuk telah mengundurkan diri dan/atau Pensiun, Penunjukan Kepala Daerah untuk mengisi Kekosongan Jabatan tetap harus dilakukan secara Demokratis sebagaimana Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021.


“Mahkamah untuk menegaskan bahwa proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah juga masih dalam ruang lingkup pemaknaan “secara demokratis” sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Oleh karenanya, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian pejabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah.”


Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai bahwa penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Anggota TNI Aktif merupakan pelanggaran terhadap Tugas Pokok dan Fungsi TNI sebagaimana diatur dalam UU 34 Tahun 2004 tentang TNI yang secara tegas diatur dalam pasal 47 ayat (1) UU 34/2004 bahwa Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan Kepala Daerah merupakan jabatan sipil yang pada dasarnya hanya dapat ditempati oleh sipil.

Editor : Redaksi