Pasal-Pasal Dalam RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers

Reporter : -
Pasal-Pasal Dalam RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers
profesi Wartawan

Jakarta, JatimUPdate.id,- Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang dalam pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia menimbulkan kekhawatiran. LBH Pers dan AJI Jakarta menyoroti bahwa revisi RUU Penyiaran ini dapat membawa jurnalisme Indonesia ke dalam masa-masa yang gelap.

Salah satu poin yang sangat penting dalam revisi undang-undang ini adalah mengenai Standar Isi Siaran (SIS) yang memberlakukan batasan, larangan, dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran. Selain itu, keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga memunculkan kekhawatiran akan tumpang tindih dengan Dewan Pers.

Baca Juga: PWI Pusat: RUU Penyiaran Melanggar UU Pers, Perlu Perbaikan

Draf RUU yang ditanggal pada 27 Maret 2024 ini, dengan jelas membatasi kerja jurnalistik dan kebebasan berekspresi. Langkah ini menunjukkan bahwa negara, melalui pemerintah, kembali mencoba untuk mengontrol ruang gerak warga negaranya. Langkah ini tidak hanya mengancam kemerdekaan pers, tetapi juga hak masyarakat atas informasi.

Dalam draft RUU ini, terdapat beberapa pasal yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi, antara lain:

Adapun Pasal-Pasal yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi terdapat pada:

Pasal 50B ayat (2)
- larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
- larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender;
- larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik.

Pasal 8A huruf q
menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran

Baca Juga: Dave Laksono : Draft RUU Penyiaran yang Beredar itu Belum Dibahas di DPR

Pasal 42
(1) Muatan jurnalistik dalam Isi Siaran Lembaga Penyiaran harus sesuai dengan P3, SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

LBH Pers dan AJI Jakarta memberi catatan kritis terhadap revisi UU Penyiaran, dalam daftar berikut:

Pertama, larangan terhadap penayangan eksklusif jurnalistik merupakan wujud keengganan pemerintah dalam melakukan pembenahan pada penyelenggaraan negara. Alih-alih memanfaatkan produk jurnalistik investigasi eksklusif sebagai sarana check and balances bagi berlangsungnya kehidupan bernegara, pemerintah justru memilih untuk menutup kanal informasi tersebut. Hal ini bukan fenomena yang mencengangkan mengingat kultur pemerintahan Indonesia yang anti-kritik, tidak berorientasi pada perbaikan, dan enggan berpikir;

Baca Juga: Ini Dua Alasan Dewan Pers Menolak Revisi UU Penyiaran

Kedua, larangan terhadap penayangan isi siaran dan konten siaran yang menyajikan perilaku lesbian homoseksual biseksual dan transgender merupakan wujud diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ+, yang dapat semakin mempersempit ruang-ruang berekspresi sehingga melanggengkan budaya non-inklusif dalam kerja-kerja jurnalistik;

Ketiga, Pemerintah menggunakan kekuasaannya secara eksesif melalui pasal-pasal pemberangus demokrasi berdalih perlindungan terhadap penghinaan dan pencemaran nama baik yang semakin dilegitimasi melalui RUU Penyiaran. Alih-alih mempersempit ruang kriminalisasi bagi jurnalis maupun masyarakat pada umumnya, eksistensi pasal elastis ini justru semakin diperluas penggunaannya.

Keempat, Pemerintah berusaha mereduksi independensi Dewan Pers dan fungsi UU Pers. Pasal 8A huruf q juncto 42 ayat (1) dan (2) pada draf revisi UU Penyiaran menimbulkan tumpang tindih antara kewenangan KPI dengan kewenangan Dewan Pers. Pasal tersebut juga menghapus Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers sebagai rujukan dalam menilai siaran-siaran produk jurnalistik, mengalihkan penilaian menggunakan P3 dan SIS. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum pada mekanisme penyelesaian sengketa pers.(YH/NT)

Editor : Yuris P Hidayat