BBM Naik, Operasi Pasar Sia-sia, Pimpinan DPRD: Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Reporter : -
BBM Naik, Operasi Pasar Sia-sia, Pimpinan DPRD: Tingkatkan Pendapatan Masyarakat
Ilustrasi

Jatimupdate.id - Pimpinan DPRD Kota Surabaya AH Thony menilai, kenaikan harga BBM kali ini berbeda dengan kelangkaan minyak yang pernah terjadi. Sehingga tidak bisa diselesaikan dengan operasi pasar.

"Kalau kelangkaan satu produk karena ulah spekulan, operasi pasar cukup efektif." katanya.

Sebab, kenaikan harga BBM ini, kebijakan langsung menyentuh seluruh pihak dan bersifat merata. Sehingga sambung Thony  langkah yang diperlukan dan bisa menyelesaikan, yakni meningkatkan pendapatan masyarakat

"Pasca kenaikan BBM, dipastikan ada kenaikan di sisi yang lain. Angka ini tidak bisa diselesaikan dengan satu kebijakan secara sporadis, tidak bisa." ungkap Thony.

Maka, yang perlu dilakukan meningkatkan daya beli masyarakat, sebagai variabel yang paling memungkinkan. Utamanya bagi pemerintah provinsi yang memiliki posisi strategis.

Mengingat, sebagai suatu daerah terkonsentrasi, wakil pemerintah pusat, untuk segera koordinasi dengan seluruh kepala daerah di Jawa Timur, termasuk Surabaya.

"Berembuk, memajukan yang biasanya upah UMR ditetapkan pada periode Desember, ini harus dimajukan sekarang." desak Thony

Dengan begitu, kalau nanti terjadi kenaikan pengupahan, maka alur produksi akan diikuti dengan kemampuan beli masyarakat. Namun, kalau produksi didahulukan, lalu masyarakat tidak memiliki daya beli. Maka, ungkap Thony akan menghantam sektor-sektor produksi Industri.

"Nah, di situ tidak ada satu mekanisme sistem dan mata rantai yang tersambung antara kegiatan yang satu dengan yang lain." papar Thony

Berbeda halnya, bila diikuti dengan kenaikan ongkos produksi. Dalam hal ini Thony menyebut, produksi naik karena faktor BBM. Kemudian daya beli masyarakat ditingkatkan, maka akan meenyelesaian banyak hal.

"Sehingga para karyawan, bisa  mengkonsumsi terhadap industri pabrikasi, juga mengkonsumsi sistem informasi, serta langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah kota." jelas Thony

Karena, persoalan BBM bakal nyambung terus. Tidak sekedar saat ini. Terhadap hal itu, Thony meyakini ada satu transformasi teknologi kaitan mobil berbasis BBM beralih kepada mobil listrik. Dan dipastikan BBM kemungkinannya nasibnya seperti minyak tanah.

"Jadi sejarahnya minyak tanah yang dulu untuk masak berganti gas. Lama-lama dihilangkan dari peredaran, melalui kebijakan pemerintah dengan berbagai argumentasi." ungkapnya.

Untuk mengantisipasi itu, ia mendorong masyarakat hidup lebih efisien. Melalui kebijakan pemerintah dengan membuat sistem ekonomi, yaitu zonasi.

Pemerintah lanjut Thony, mengajak masyarakat pada masa transisi ekonomi yang lagi shock ini. Sebab butuh waktu 3 bulan penyesuaian.

Karena kenaikan BBM, pastinya diikuti harga lain. Sehingga dalam 3 bulan sudah mulai bisa adaptasi.

"Sekarang perlu sebuah sikap dari masyarakat untuk bisa hidup lebih efisien. Jadi kebutuhan-kebutuhan yang primer harus dikedepankan, yang sekunder dan tersier, ditahan dulu sampai 1-3 bulan ke depan." pesan Thony.


PAK APBD 2022

Memasuki 2023, menurut Thony akan ada persoalan lain, mengacu pada PAK APBD 2020 kota Surabaya.

Maka Thony mendorong, anggara  sebesar Rp200 miliar bisa dialokasikan untuk menyelamatkan ekonomi masyarakat.

"Jadi bantu industri-industri supaya terus bisa bekerja," tukas Thony

Tidak hanya itu, Thony juga meminta masyarakat yang tidak mampu karena minim pendapatannya, juga perlu mendapatkan perhatian.

"Dengan begitu, selama 3 bulan maka akan ada tingkat atau situasi ekonomi yang lebih baik daripada kondisi sekarang." jelas Thony.

BLT Sebagai Solusi?

Menyikapi BLT, Thony menguraikan, bantuan sebetulnya menyelesaikan masyarakat tidak memiliki satu pendapatan yang jelas sumbernya. Kemudian posisinya tidak bisa berbuat apa-apa.

"Jadi itu yang diinjek melalui BLT." papar Thony

Jadi, tambah Thony, mereka disuapin pemerintah supaya tetap terjamin hidupnya. Tetapi untuk mereka yang masih bisa bergerak. Legislator Gerindra ini mengimbau, pemerintah memberikan fasilitas kemudahan melalui pemberian insentif, seperti di sektor restoran dan hotel

"Maka bisa dilakukan pengurangan atau mungkin apa intensif berupa menunda pembayarannya dan sebagainya, misalnya dilakukan begitu, terpenting pemerintah punya skema yang jelas." beber Thony.

Menurut Thony, BLT tidak menyelesaikan masalah, mengingat hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang betul-betul tidak memiliki kemampuan. Kendati begitu, kalau hanya dijadikan sebagai satu instrumen untuk menyelesaikan dampak kenaikan BBM, Thony menilai tidak bakalan mampu.

"Sehingga perlu ada policy di tingkat lain, jadi karyawan itu, tentunya tidak semua perusahaan mampu dalam kondisi sekarang. Karena posisinya masih dalam situasi baru bangkit dari masalah covid." tegas Thony.

Perbankan

Karenanya, Thony mengimbau, pemerintah provinsi ketika terdapat perusahaan yang butuh suntikan dana, segera ditalangi dengan memberikan pinjaman.

"Gubernur ini kan memegang peranan, itulah supaya menjadi lebih bagus lagi operasional perusahaan tersebut." jelas Thony.

Rakyat Sebagai Pengemis?

Pemberian BLT, sebagian menilai akan menjadikan masyarakat sebagai pengemis? Thony menjabarkan, secara kultur akan bersifat seperti itu. Karena mereka tetap harus di advokasi.

Maka perlu ada tim mitigasi ekonomi, mendorong mereka bisa berusaha lebih baik dengan difasilitasi pemerintah kota.

Sekarang, papar Thony tinggal political will pemerintah kota yang perlu kita dorong supaya care untuk urusan tersebut.

"Maka dalam konsep ekonomi berbasis zonasi itu, menjadi salah satu tools mengatasi atau mengurai kesulitan masyarakat atau bisa hidup lebih efisien." tegas Thony.

Kenaikan Upah

Kenaikan upah, dihitung dengan kenaikan harga BBM? Bagi Thony, kenaikan itu kalkukasinya tidak begitu jauh, minimal sama dengan presentase kenaikan harga BBM.

"Itu menurut saya sangat rasional. Kalau di bawahnya itu, tetap daya beli tidak akan ada penyesuaian dengan beban yang dapat," tukas Thony

Namun begitu, yang jadi persoalan bagaimana perusahaan bisa menyiasatinya. Sebab pengusaha posisinya saat ini merasa depresi akibat kenaikan harga BBM, dan belum mendapatkan keuntungan pasca bangkit dari serangan pandemi Covid-19.

"Perusahaan, masih belum ada keuntungan sudah dihadapkan pada pukulan yang kedua. Belum lagi dihadapkan pungutan retribusi pajak dan sebagainya." tutur Thony.

Dari sudut pandangnya, ini merupakan  pukulan lanjutan. Maka, ia berharap ada talangan atau fasilitas dari pemerintah agar pengusaha tidak tumbang. Sebab, bila hal itu terjadi, ekonomi akan stagnan, dengan demikian pemerintah akan rugi.

"Dalam situasi seperti itu, kami minta pemkot betul-betul membuat roadmap  mengantisipasi menangani masalah yang muncul akibat dari kenaikan BBM." demikian tegas Thony.

Baca Juga: Underpass Joyoboyo, Agoeng Prasodjo: Urgensi atau Kepentingan?

Editor : Ibrahim