Oleh : Daniel Mohammad Rosyid

Membuang Limbah B3 Ke Laut ?

Reporter : -
Membuang Limbah B3 Ke Laut ?

Buang saja ke laut ! Sikap yang dapat disamakan dengan ungkapan seperti itu baru2 ini sedang diniyatkan di laut kita. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari berbagai industri akan dikumpulkan di suatu lokasi, kemudian melalui pipa dipompa ke kedalaman laut. Makin dalam makin aman seperti di palung laut dengan arus laut yang kuat. Seolah laut itu tong sampah raksasa tempat semua sampah bisa ditimbun.

Salah satu limbah B3 itu adalah tailing yaitu by-product penambangan bijih mineral tertentu, termasuk emas, tembaga, atau nickel. Tentu mengherankan, jika tidak bisa disebut kebodohan, jika tailing ini dibuang ke laut, tidak dimanfaatkan untuk material konstruksi jalan dan infrastruktur lainnya. Alih-alih dibicarakan baik-baik dengan Kementrian PUPR, pembuangan tailing sebagai limbah B3 itu justru dibicarakan di Kementrian Kelautan dan Perikanan. Apakah Kementrian PUPR berpotensi rugi jika menggunakan tailing ini sebagai material konstruksi ?

Baca Juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan Diminta Tolak Usulan Lokasi Pembuangan Limbah B3 di Selat Bali


Padahal limbah tambang bisa dijadikan bahan mentah bagi industri konstruksi sebagai wujud blue economy yg beberapa waktu lalu menjadi buzz words pemerintah.

Praktek membuang semua jenis sampah ke laut ini mencerminkan budaya dan cara pandang yang amoral dan tanpa etika lingkungan. Ini juga sebuah kejahatan. Sebuah Illegal dumping. Begitulah jalan buntu yang bakal dihadapi oleh pemerintah yang terobsesi dengan pertumbuhan berbasis ekstraksi sumberdaya alam, lalu dengan diam2 melanggar UU, atau malah membuat UU yang melegalkannya. Pertambangan adalah sektor dengan teknologi primitif. Jika sejak Orde Baru hingga hari ini bangsa ini masih menggantungkan pertumbuhan ekonominya dengan cara2 primitif seperti ini, bukan dengan membangun knowledge-based economy semacam sektor kreatif, maka bangsa ini benar2 sudah menderita kanker Dutch disease kronis.

Masyarakat pesisir dan nelayan yang masih waras tentu keberatan dengan pembuangan limbah B3 ke laut dekat mereka tinggal dan yang menggantungkan kehidupannya dari laut. Para investor besar dari Jakarta tentu tidak terlalu peduli dengan kehancuran ekosistem pesisir dan laut yang bakal terjadi. Sementara masyarakat pesisir dan nelayan akan tetap tinggal di sana untuk selama-lamanya, para investor itu akan dengan mudah memindahkan investasinya ke tempat lain jika tempat itu sudah terkuras habis, menyisakan kerusakan, dan kepedihan.

Air adalah asal mula semua bentuk kehidupan. Air laut itu hanya satu fasa dalam siklus air. Mencemarinya adalah kejahatan lingkungan yang akan membajak masa depan generasi penerus bangsa. Yang layak dibuang ke laut bukan limbah B3, tapi taipan investor tambang yang tidak bermoral, para politisi yang dibandari oleh para taipan itu, dan birokrasi yang melakukan maladministrasi publik. 

@Rosyid College of Arts

Editor : Nasirudin