Sidang Dugaan Korupsi TPQ Bojonegoro, Dakwaan Jaksa Disebut Tidak Cermat

Reporter : -
Sidang Dugaan Korupsi TPQ Bojonegoro, Dakwaan Jaksa Disebut Tidak Cermat

Surabaya (jatimupdate.id) - Sidang dugaan pungutan liar (pungli) pemberian dana bantuan Covid-19 di TPQ Kabupaten Bojonegoro dengan terdakwa Shodikin, dakwaan jaksa disebut tidak cermat. Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Hakim I Ketut Suarta, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tarjono dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro menghadirkan enam saksi, namun yang diperiksa hanya satu saksi lantaran salah satu hakim anggota sedang sakit.

Baca Juga: Harga Beras Tinggi Karena Belum Panen Raya Stok Beras Aman Sampai Juni

"Kita tunda minggu depan. Minggu depan kita sidang seminggu dua kali," kata Hakim Ketut setelah memeriksa satu saksi yakni Imam Mutaqin selaku Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Al Qur'an (FKPQ) Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, Jumat (4/2/2022).

Usai persidangan itu, penasihat hukum terdakwa, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, bahwa dakwaan jaksa tidak sesuai dengan fakta persidangan. Hal itu terbukti jika di sana tidak ada kecamatan Larangan.

"Dari sini saja dakwaan jaksa sudah keliru," tegasnya.

Saksi juga menjelaskan jika di Kecamatan Baureno hanya 96 TPQ dan TPA yang menerima bantuan tersebut. 

"Kalau didakwaan jaksa, malah 98 yang menerima. Kalau secara keseluruhan, di Kabupaten Bojonegoro yang menerima itu 115. Didakwaan tertulis 122," tambahnya. 

Karena itu, ia menilai jika dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu tidak cermat. Tidak sesuai dengan kenyataannya. Juga terkait uang Rp 1 juta yang menjadi pokok perkara itu. uang tersebut diterima dari lembaga, bukan pungutan.

Uang itu digunakan untuk operasional. Pun semua saksi yang telah dihadirkan jaksa juga mengatakan uang itu untuk kebutuhan operasional. Itu juga bukan paksaan.

"Kalau gak ngasih ya tidak masalah. Tidak ada kewajiban. Juga tidak ada sanksi bagi yang tidak memberikan," jelasnya.

Dipetunjuk teknis (juknis) juga sudah diatur. Boleh menerima dari lembaga. Tapi, bukan dari dana bantuan Covid-19 yang diberikan oleh Kementerian Agama (Kemenag).

"Diambil dari mana? Ya, terserah lembaga tersebut,” ucapnya. Itu juga, beberapa lembaga ada yang tidak memberikan uang tersebut. 

"Diketerangan saksi tadi mengatakan, di kecamatannya, ada dua lembaga yang tidak memberikan uang. Tapi, mereka tidak mendapatkan saksi apapun. Uang tetap cair dan diberikan kepada mereka," sambungnya.

Baca Juga: 2024 Alokasi Pupuk Bersubsidi Di Bojonegoro Turun, Pj Bupati Tekankan Inovasi Teknologi Pertanian

Imam juga menjelaskan jika tidak ada satu pun lembaga yang merasa keberatan untuk memberikan uang tersebut. Malah, mereka merasa terbantu. 

"Dakwaan jaksa itu tidak benar. Karena data-data yang diberikan berbeda dari fakta persidangan,” ungkapnya.

Menurut Johanes, dalam kasus tersebut, kuat dugaan ada muatan politik. Sebab, ada salah satu saksi yang mencabut keterangannya di BAP. Sebab, dalam penyidikan itu, ia merasa tertekan.

"Ada surat pernyataannya kalau saksi itu merasa tertekan," paparnya.

Bahkan, Johanes akan membuktikan dalam persidangan itu, beberapa dari saksi itu yang merasa tertekan saat penyidikan. Mereka takut. Karena mereka mendapat ancaman.

"Kalau tidak mengikuti arahan mereka. Orang itu akan diproses juga," lanjutnya.

Saksi Imam Mutaqin salah satunya. Dirinya membuat surat pernyataan jika dirinya dipaksa. Dalam surat itu juga ditulis jika ia harus mengembalikan uang Rp 1 juta. Padahal, itu uang pribadinya. 

Baca Juga: Imigrasi Tanjung Perak Beri Layanan Paspor Simpatik dan Layanan ROSES di UKK Bojonegoro

"Nanti, bukti ini kita sampaikan juga sebagai bukti dalam persidangan," tandasnya.

Dari awal, Imam Mutaqin juga mengatakan jika Shodikin sudah memberikan petunjuk teknis penggunaan. Serta larangan untuk menggunakan uang bantuan Covid-19 itu ke hal-hal lain. "Itu diakui lo dalam persidangan tadi," kata Johanes.

Sementara itu, JPU Tarjono sampai hari ini terus menolak untuk memberikan keterangan. Ia selalu melemparkan kepada pimpinan. "Saya tidak memiliki hak untuk berkomentar. Silahkan langsung ke pimpinan saja," katanya sambil meninggalkan awak media.

Kasus itu berawal dari anggaran program pemulihan ekonomi nasional yang dikucurkan pemerintah kepada TPQ melalui Ditjen Pendidikan Islam Kemenag untuk penanganan Covid-19 atas usulan dari FKPQ. 

Untuk Kabupaten Bojonegoro mendapatkan anggaran Rp 14,260 miliar untuk 1.426 TPQ (sesuai usulan FKPQ) di 27 kecamatan. Dalam pelaksanaannya, hanya 1.322 TPQ yang menerima bantuan dana BOP, masing-masing lembaga mendapatkan Rp 10 juta.

Dalam perkara ini Shodikin Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Al-Quran (FKPQ) Bojonegoro dikenakan pasal Undang-Undang Tipikor Pasal 2A ayat 1 Subsidair Pasal 3 UU Tipikor Nomor 31 yang diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

Editor : jatimupdate.id