Dari Tahun Kegemparan Menuju Tahun Politik

Reporter : -
Dari Tahun Kegemparan Menuju Tahun Politik
EDWIN PARTOGI PASARIBU, Sumber foto JawaPos

Oleh EDWIN PARTOGI PASARIBU

Rentetan peristiwa pada 2022 menunjukkan ada persoalan dalam penegakan hukum. Karena itu, perlu restorasi lembaga penegak hukum. Apabila ekonomi bergerak untuk kesejahteraan, hukum seharusnya maju menghadirkan keadilan.

Baca Juga: Presma ITERA 2024: Suara Mahasiswa dalam Pemilu 2024

Tahun 2022 dapat dibilang sebagai tahun kebangkitan setelah dua tahun sebelumnya Covid-19 memenjara kita. Namun, dalam soal peristiwa hukum, 2022 layak disebut tahun kegemparan dan ujian penegakan hukum. Banyak peristiwa tragis terjadi. Sejumlah gambaran peristiwa di bawah ini adalah dinamika Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam mengupayakan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban.

Peledakan bom di kantor polisi

Dalam kasus peledakan bom di PolsekAstanaanyar, Bandung, pada 7 Desember 2022, LPSK memberikan perlindungan dan santunan kepada keluarga korban almarhum Aiptu Sofyan Didu yang tewas dalam peristiwa itu. Ini sesuai perintah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain menewaskan Aiptu Sofyan Didu, serangan teroris itu melukai 10 orang, 1 di antaranya warga sipil. Pelaku, mantan narapidana yang pernah menjalani hukuman 4 tahun penjara, tewas di tempat.

Kerangkeng Manusia di Langkat

Dalam kasus Kerangkeng Manusia di Langkat,delapan orang ditetapkan sebagai terdakwa atas penganiayaan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), salah satunya DP, anak Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) yang ditangkap KPK di kediamannya pada 19 Januari 2022, Sementara LPSK mencatat ada 7dugaan tindak pidana dalam kasus ini.

LPSK melindungi para korban, memakaikan mereka topeng dan merahasiakan namanya saat kesaksian di persidangan. Kesaksian korban meyakinkan hakim para pelaku bersalah. Empat terdakwa, termasuk DP, divonis 19 bulan penjara atas perbuatan yang menyebabkan kematian korban. Empat terdakwa lainnya divonis 3 tahun penjara.

Pembayaran restitusi kepada dua keluarga korban meninggal dibebankan kepada DP dan dua terdakwa lainnya. Keluarga korban memperoleh Rp 256 juta, yang diserahkan pada 29 Desember lalu.

Air mata di Wadas

Pada 8 Februari 2022, publik dikejutkan terjadinya kekerasan di Wadas, Jawa Tengah. Polda Jawa Tengah mengatakan, aparat yang menggeruduk desa itu gabungan dari Polri, TNI, dan Satpol PP. Dalihnya pengamanan pengukuran lahan penambangan kuari andesit atas permintaan BPN dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak. Penambangan itu akan digunakan untuk kepentingan pembangunan proyek Bendungan Bener. Sebagian masyarakat menolak penambangan itu dengan alasan mengancam kelestarian lingkungan hidup dan penghidupan masyarakat.

Tercatat 63 warga yang ditangkap dan 13 di antaranya berusia anak serta 1 orang perempuan. LPSK melakukan asesmen psikologis kepada 9 korban kekerasan. Namun, tidak adanya proses hukum atas kekerasan yang dialami warga Wadas membuat LPSK tidak dapat berbuat banyak karena mandat LPSK melindungi saksi dan korban pada perkara pidana.

Restitusi investasi tipu-tipu

Vonis terhadap Doni Salmanan (16/1/2022) membuat para korbannya kecewa. Hakim memvonis afiliator Quotex itu 4 tahun penjara, denda 1 miliar, dan subsider 6 bulan penjara. Kekecewaan korban membuncah karena hakim tak mengabulkan tuntutan restitusi senilai Rp 17 miliar.

Ribuan orang mengklaim sebagai korban investasi ilegal dan robot trading dengan nilai kerugian triliunan rupiah. Maret-Desember 2022, terdapat 15 perkara yang diterima LPSK dengan 4.550 pengajuan permohonan ganti rugi (restitusi) para korban. Dari 4.063 korban, LPSK menghitung kerugian korban mencapai Rp 1,9 triliun.

Pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya (7/12/2022) perkara robot trading Viralblast, para terdakwa dipidana karena penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mereka divonis 12 tahun penjara, denda 10 miliar, dan subsider 1 tahun penjara. Pada salah satu terdakwa, Hakim menetapkan rekening tabungan dan sejumlah uang tunai, serta benda bergerak dan tidak bergerak diserahkan kepada LPSK untuk dibagikan secara proporsional melalui prosedur restitusi.

Pada salah satu terdakwa, Hakim menetapkan rekening tabungan dan sejumlah uang tunai serta benda bergerak dan tidak bergerakdiserahkan kepada LPSK.

Terdapat 6 perkara sudah diputus pengadilan tingkat pertama dan 4 dalam proses persidangan dan 5 lainnya proses penyidikan. Di sisi lain, putusan dalam perkara serupa tidak mengakomodasi restitusi dan menerapkan perampasan aset untuk negara, misal dalam perkara Binomo dan Quotex (Olymtrade), dua perkara ini dinilai judi oleh hakim.

Polisi dibunuh polisi

Di awal pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Josua) yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo, LPSK menerima permohonan perlindungan Bharada E dan Putri Chandrawati (PC). LPSK tidak meyakini kasus yang mendasari permohonan perlindungan Bharada E dan PC. Keterangan Bharada E terkait dengan tembak-menembak terdapat keganjilan, antara lain, soal lima luka tembak di tubuh Josua, pertanyaan Bharada E soal overmacht (perbuatan pidana yang tidak bisa dipidana). PC sebagai terduga korban perbuatan asusila (oleh Josua) tidak mempresentasikan selayaknya korban.

Drama lain muncul ketika LPSK mengikuti rapat di Polda Metro. LPSK didesak segera melindungi PC (di soal ini staf LPSK dihadirkan sebagai saksi pada sidang etik Polri). Termasuk upaya memberi "pelicin" (amplop coklat) kepada petugas LPSK ketika menemui Ferdy Sambo di kantornya. Akhirnya, LPSK memutuskan menolak permohonan perlindungan PC dan menetapkan Bharada E sebagai justice collaborator (JC), pada 15 Agustus 2022, setelah Bharada E mengakui perbuatannya.

Sebagai JC, Bharada E dapat perlindungan LPSK berupa pengamanan di rutan dan saat persidangan, pemeriksaan kesehatan dan psikologis, termasuk menghadirkan rohaniwan. Upaya LPSK ini dilakukan untuk menjaga konsistensi Bharada E memberikan keterangan di persidangan.

Pemilik sekolah perkosa siswanya

Pada 24 Februari 2022, LPSK menemui Herry Wirawan (HW) di Rutan Kelas I Bandung. HW menyampaikan penyesalannya dan menyatakan bertanggung jawab kepada para korban. HW wujudkan komitmen membayar restitusi korban dalam pernyataan tertulis yang ia serahkan ke LPSK. Dalam pernyataan itu, terdapat 13 nama korban dengan perincian ganti kerugian dan hartanya untuk penuhi restitusi tersebut. LPSK menyampaikan pernyataan itu kepada Ketua Pengadilan Tinggi Bandung yang memproses banding HW.

Sebelumnya, pada 15 Februari 2022, Pengadilan Negeri (PN) Bandung memvonis HW pidana seumur hidup atas pemerkosaan 13 siswa. Uniknya, putusan PN itu membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Putusan ini seolah menempatkan negara sebagai pihak ketiga. Pihak ketiga harusnya dimaknai sebagai orang atau badan hukum yang memiliki hubungan hukum dengan pelaku.

Serupa kasus HW, Julianto Eka Putra, pemilik sekolah Selamat Pagi Indonesia, Kota Batu, divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim (7/9/2022) atas perkara kekerasan seksual terhadap 6 siswanya. Tak beda, M Subchi Azal alias Bechi, putra pemilik pesantren di Jombang. divonis 7 tahun penjara atas perbuatannya. Pada dua kasus itu LPSK melindungi para korbannya.

Mutilasi di Timika

Pada 22 Agustus 2022, empat warga di Timika, Papua, menjadi korban pembunuhan 6 anggota TNI yang dibantu 4 warga. Korban mengalami luka tembak, luka senjata tajam, bahkan dimutilasi tubuhnya. Para pelaku telah ditahan. Satu pelaku anggota TNI meninggal di tahanan. LPSK memberikan perlindungan kepada 4 orang saksinya dan satu tersangka yang mau bekerja sama.

Pembunuhan ASN di Semarang

Baca Juga: Ungkapan Rasa Syukur Pemilu Berjalan Lancar, Bawaslu Bondowoso Bagi Takjil Dan Buka Puasa Bersama

Dalam kasus pembunuhan Paulus Iwan Budi pada 29 September 2022, LPSK bersama Kepala Polrestabes Semarang meninjau tempat ditemukannya jenazah Iwan di kawasan Marina, Semarang. Jenazah Iwan ditemukan pada 8 September 2022 setelah korban menghilang sejak 24 Agustus 2022.

Kasus ini tergolong sulit. Belum teridentifikasi pelaku. Motifnya masih gelap. Profesionalitas penyidikan dengan pendekatan scientific investigation menjadi standar yang harus digunakan, dengan memperhatikan prosedur dan menghindari pelanggaran HAM.

Dalam kasus ini, LPSK kerap mendapat black campaign, dianggap menghalangi proses penyidikan karena melindungi para saksinya. Ada baiknya perkara ini diambil alih Bareskrim agar tidak berakhir sebagai unsolved case atau peradilan sesat ala Sengkon Karta.

Dalam kasus ini, LPSK kerap mendapat 'black campaign', dianggap menghalangi proses penyidikan karena melindungi para saksinya.

Malangnya Kanjuruhan

Dalam kasus tragedi Kanjuruhan, LPSK dan Komnas HAM turut melakukan investigasi atas tragedi yang menewaskan 133 orang dan menyebabkan 639 orang terluka tersebut. Presiden melalui Menkopolhukam pun membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

Hari ke-6 pascaperistiwa, Kapolri mengumumkan 6 tersangka, dengan sangkaan kelalaian yang menyebabkan kematian dan luka. Pada 21 Desember 2022, salah seorang tersangka, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, dibebaskan dari tahanan karena berkasnya dinyatakan tidak lengkap oleh jaksa. Lainnya, 20 personel Polri, diperiksa terkait dengan kode etik.

Selain penerapan pasal kelalaian, LPSK mendorong Polri agar membuka peluang penyidikan atas perkara perlindungan anak mengingat beberapa korban usia anak, keolahragaan yang tidak penuhi persyaratan, kesewenang-wenangan aparat, dan penganiayaan yang dirumuskan dari penggunaan gas air mata yang menimbulkan luka (termasuk merusak kesehatan).

Sayangnya, PSSI, PT LIB, dan Arema tampak kurang peduli terhadap para korban. Proses penegakan hukum terasa kurang memadai dan diwarnai beberapa drama yang tak perlu. Orangtua dari anak yang tewas yang bersedia diekshumasi malah dibuat ragu melanjutkan proses itu. Bahkan, ancaman diterima keluarga korban.

Jenderal jual narkoba

Pada 14 Oktober 2022, Irjen Teddy Minahasa (TM), Kapolda Sumbar yang dipromosikan sebagai Kapolda Jatim, ditangkap karena menjual narkotika sitaan. Selain TM, AKBP Doddy Prawiranegara (DP), Syamsul Ma'arif (SM), dan Linda Pujiastuti (LP) juga ditangkap. Dalam proses penyidikan, DP, SM, dan LP mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC) ke LPSK.

Pada 12 Desember 2022, LPSK menolakpermohonan tersebut karena tidak memenuhi syarat sebagai JC sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban. Sekalipun keterangan mereka penting mengungkap peran TM, pengungkapan perkara itu bukan berasal dari para pemohon, melainkan murni hasil penyidikan Polres Jakarta Pusat-Polda Metro Jaya, diawali penangkapan anggota Polsek Kalibiru dalam kasus jual beli sabu.

Sekalipun tidak berstatus JC, LPSK merekomendasi kepada penyidik dan jaksa penuntut agar penanganan secara khusus berupa pemisahan penahanan ketiga orang itu dengan Teddy Minahasa serta menjamin keamanan mereka selama ditahan.

Kasus pemerkosaan pegawai Kemenkop UKM

Baca Juga: Perolehan Suara Arjuna Fantastis, Cak Ji Klaim Setahun Pesiapan dan Turun ke Bawah

Pada 21 November 2022, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD memimpin rapat koordinasi antarkementerian dan lembaga. Dalam rapat yang dihadiri Kabareskrim, Deputi KPPPA, Sesmenkop, Kejaksaan Agung, dan Kompolnas itu, LPSK meminta agar kasus pemerkosaan terhadap ND (27), pegawai Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop), dibuka kembali tanpa melalui proses praperadilan demi memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban. Sebelumnya, penyidikan perkara ini dihentikan dengan alasan keadilan restorative (restorative justice).

Peserta rapat mengamini usulan LPSK, termasuk Kabareskrim yang menyatakan kasus tersebut dibuka kembali. Usulan ini pernah LPSK sampaikan kepada pihak kepolisian.

Peristiwa pemerkosaan itu terjadi pada 6 Desember 2019 di Bogor, di sela-sela rapat di luar kantor. Pelaku dan korban merupakan teman sejawat di Kemenkop. Pada Januari 2020, para pelaku ditahan, tetapi pada Maret 2019 para pelaku dibebaskan dengan alasan ada perdamaian dengan menikahkan salah satu pelaku dengan korban.

Namun, pernikahan itu hanya kedok untuk bebas dari ancaman pidana karena pelaku tidak menunjukkan itikad menjalankan hubungan perkawinan tersebut. Pihak korban pun mendesak kasus itu dibuka kembali. Korban meminta perlindungan LPSK. Dari hasil pemeriksaan psikologis didapati korban mengalami trauma dan membutuhkan konseling intensif.

Berkaca dari kasus ini, menjadi catatan agar keadilan restoratif tidak digunakan bagi kejahatan delik biasa. Dalih keadilan restoratif jangan sampai dimanfaatkan pelaku "berpunya" bebas dari ancaman pidana. Profesionalitas, integritas, dan keberpihakan aparat kepada korban perlu dibangun agar kepentingan terbaik korban tidak dinodai transactional justice.

Catatan dan rekomendasi

Dari rentetan peristiwa pada 2022, tampak ada persoalan dalam proses penegakan hukum. Ada respons yang tidak memadai. Pengungkapan kejahatan tidak sepenuhnya tunduk pada regulasi ketika bersinggungan dengan konflik kepentingan.

Posisi lembaga pengawas kurang bergigi di tengah keprihatinan publik atas penegakan hukum yang masih tersandera kepentingan kelompok. Pengungkapan pada kasus Ferdy Sambo, misalnya, tak lepas dari sentilan Presiden dan pengawalan Menkopolhukam.

Tahun 2023 memasuki Tahun Politik. Tahapan pemilu telah dimulai. Gemuruhnya sudah terasa dari soal bakal calon presiden hingga verifikasi partai politik. Perbincangan sosial media kembali riuh.

Berkaca dari Pemilu 2019, ekspresi politik baiknya tidak dikriminalisasi. Penindakan terhadap ekspresi haruslah profesional dan proporsional berdasarkan kesalahan bukan keberpihakan. Jadi, wasit harus adil, yang bersalah kasih kartu kuning atau merah. Dalam demokrasi tak ada yang luar biasa dari pergantian kekuasaan, itulah bedanya dengan tirani.

Dari potret kegemparan di atas, penting mempertimbangkan kembali upaya restorasi lembaga penegak hukum. Apabila ekonomi bergerak untuk kesejahteraan, hukum seharusnya maju menghadirkan keadilan. Sikap permisif dalam pengungkapan perkara hanya menimbulkan prasangka yang tak perlu.

Cita-cita Indonesia, negara berdasarkan hukum. Namun, apabila hukum tidak menindak semestinya, itu akan berdampak pada kepercayaan masyarakat. Kesulitan wujudkan supremasi hukum berpotensi mendelegitimasi penegakan hukum. Perlindungan bagi segenap bangsa dalam pembukaan konstitusi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan agar tidak menjadi dekorasi.

*Edwin Partogi Pasaribu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

Artikel ini juga telah dimuat di Kompas.id pada Hari Senin, 22 Januari 2023. Artikel ini dimuat ulang atas seijin penulis artikel. (redaksi)

Editor : Ibrahim