Catatan Mas AAS

Untuk Apa Sekolah

Reporter : -
Untuk Apa Sekolah
Gambar Wkipedia : Sekolah Partikelir Jaman Hindia Belanda

Kumpul dengan kaum cerdik cendekia. Bergelar berderet mengitari nama.

Tentulah tak jauh berbeda kumpul dengan kaum papa, sudra, dan tak bersekolah tinggi apalagi punya gelar.

Baca Juga: Inspirasi Pagi

Apakah ada bedanya?

Mungkin saja pola pikir, mungkin saja tongkrongan, mungkin saja omongan, juga mungkin saja celotehannya. Yang rada beda. Kan begitu saja! Perbedaanya.

Kelompok yang satu tertata, tutur kata dan kalimatnya saat berbicara. Kelompok sebaliknya tidak beraturan sak karepe dewe. Tapi ujungnya sama saja mereka juga manusia.

Mereka butuh tertawa.

Karena tertawa menyehatkan. Cukup jangan jejalkan konsep-konsep dan padanan-padanan yang memang sudah tak sepadan itu.

Tentang dua kasta itu.

Bukankah Farel si penyanyi cilik dari Tanah Blambangan. Sudah bersabda "Ojo di bandingke". Masih tetap saja kekeh membandingkan! Sudah jelas tak bisa dibandingkan usah dibahas lagi. Penting lakukan saja. Menit ini Anda di jamu di komunitas yang katanya mentereng dan terdidik ya nikmati. Di jam selanjutnya Anda dijamu kaum bromocorah kaum tak jelas, ya, nikmati juga, apa bedanya? Kan asyik-asyik saja.

Pagi kumpul dengan kaum jetset, terus malamnya kumpul dengan kaum melarat dan berurat. Juga tidak masalah bukan! Arti ilmu tua manjing ajur ajer bukankah demikian.

Namun, kenapa Anda merasa berat dan tidak percaya diri hadir dan membaur pada hidup dan kehidupan keduanya!

"Jangan belagulah! Anda itu juga hanya anak kampung, bukan anak seorang raja."

Kenapa hidup sekali saja. Anda membuat tembok yang sangat tinggi. Agar status Anda tampak jelas.

Hidup ini hanya sekali kawan.

Sing penting happy dan bahagai!

Maka dari itu Gramsci bilang jangan jadi intelektual tradisional yang cuman bangga dan duduk di singgasana yang tinggi dengan para emban yang siap menservis sang tuannya saja. Cuman gagah dengan aksesoris berupa gelar dan tempat pendidikan yang Anda banggakan. Itu yang Anda pegang kuat-kuat! Kenapa tidak melirik konsep di sebelah nya juga, yaitu intelektual organik. Sehingga Anda layak menyandang gelar seorang intelektual yang sebenarnya kawan! Karena Anda hadir di dunia ini, siap memberi solusi yang menyelesaikan sesuatu bagi orang lain bukan malah buat troble masalah saja.

Makan itu gengsi Anda. Jangan ajak orang lain untuk mengiyakan pikiran Anda yang tak jelas itu.

Itu tugas Anda yang katanya mangan bangku sekolah!

Gelar mu yang berderet tak membuat aku jadi keder melihatmu. Tapi aksi, cara berpikir, serta berpihak mu lah yang membuatku tunduk, segan, serta akan menghormatimu!

Baca Juga: Kampung Halaman

Pintar hanya sebuah sematan dan sebutan saja. Tidak ada itu semuanya. Yang ada adalah sebuah kesadaran dari manusia untuk mau dan mampu mengulang, dan terus mengulang apa yang dipelajarinya. Dan itulah yang disebut pintar dan cerdas itu!

Usah kau bawa sematan-sematan itu. Entah nama kampus. Kampus ternama, dan kampus dari luar negeri. Untuk tunjukkan siapa dirimu!

Isi kepala kita sama. Hanya kesempatan saja yang berbeda! Dan manusia berhak serta kuasa untuk melakukan semua, meski ia dari kampus yang tak punya nama!

Mari kita buktikan dengan waktu. Hari ini, dan esok hari. Takdir bisa berbeda kawan. Tidak akan selalu sama.

Apa yang terjadi hari ini. Apakah juga akan terjadi hal yang sama pada esok hari. Sekali-kali itu tidak sama kawan! Di dunia ini bukan hukum matematika saja yang berlaku. Bahwa 1+1=2. Ada hukum-hukum yang lain, dan ini hanya bisa dipahami oleh manusia yang sedikit memiliki jiwa rendah hati. Bukan untuk manusia langit yang tak mampu berpijak di ibu bumi!

Demi waktu, itu akan dibuktikan. Mari kita mulai skenario jagat ini, kawan!

Anda makan nasi, saya pun tak jauh berbeda. Anda bisa kenapa saya tidak! Itu sesuatu yang rasional saja. "Kenapa mesti minder?" Tak ada itu di kamus.

Dan tidak perlu dipercaya pikiran kerdil dan picik dari manusia yang jiwanya minimalis. Meski ia berdalih pernah memamah ilmu dari luar negeri sekalipun.

Orang besar akan berpikir besar. Demikian juga sebaliknya!

Baca Juga: Buku Baru Warisan Baru

Isi otak kita sama, kawan! Mari kita buktikan saja.

Tidak ada manusia bodoh di atas bumi ini. Yang ada hanya manusia yang sudah mati karena takut dan hanya bisa tunduk atas kehendak orang lain atas dirinya. Tapi selama nyali itu ada, dan Anda masih menjadi manusia, bukan setengah manusia.

Tidak ada kata lain. Bertindaklah. Dan ambil resiko itu! Kalah dan menang bukan domain kita.

Jangan buat Pencipta Anda menyesal. Pernah mengijinkan Anda untuk hidup di dunia ini!

Anda hidup bukan untuk menjadi setengah apalagi seperempat manusia!

Ambil resiko itu. Yakinlah semesta akan siap berdiri di belakangmu!

Tugas pertama dan utama kita hanya satu saja percayai itu. Dan itulah iman. Dan iman adalah sebuah keterampilan ia harus dilatih secara terus menerus seiring problem hidup itu datang dan pergi silih berganti.

Hakikat manusia adalah hamba ia kudu siap apapun dan kapanpun waktunya. Melaksanakan perintah Sang Juragan


AAS, 19 Januari 2023
Terminal Bungurasih Surabaya

Editor : Redaksi