Catatan Mas AAS

Mbah Darmo, Mbah Samin, Dan Mbok Rubinah!

Reporter : -
Mbah Darmo, Mbah Samin, Dan Mbok Rubinah!
catatan Mas AAS

Hari ini sudah hari Jumat saja. "Dinone cepet men mlakune, jare Mbah Darmo kepada Mbah Samin!"

Dua lelaki paruh baya dari Bantul Jogja. Keduanya merupakan kawan karib, seiring sejalan. Sedari muda hingga menua kini!

Baca Juga: Menjadi Seorang kader Itu Pilihan Bung!

"Iyo, Mbah Darmo, lagi wae Minggu wingi, tuku anakan cempe, Ning Pasar Gringging," Saiki durung tak gawekno kandang anyar, wis Dino Jemuah ae," tegas Mbah Samin.

"Lho, bar mipik dagangan to?" Tanya Mbah Darmo. "Iyo," jawab Mbah Samin.

Kedua lelaki yang tak muda lagi usianya itu. Tengah bercengkerama di gubug sawah, di sawah mereka. Semilir angin dan hamparan hijau dari tanaman padi yang habis diberi pupuk, mengundang rasa senang keduanya berbincang saat pagi yang mulai terik!

Sawah di bahu jalan dekat pedukuhan dimana keduanya tinggal. Adalah sumber utama kehidupan keduanya. Mbah Darmo punya dua pathok, dan Mbah Samin memiliki tiga pathok. Satu pathok kurang lebih ya satu hektar, seribu meter persegi. Keduanya adalah petani juga sang owner.

Plus juragan di dusun Plered! Di mana kedua orang tersebut lahir, tinggal, dan hidup sekarang!

Kebiasaan keduanya sehabis tandang gawe di sawah, entah melihat aliran air irigasi, dan juga membersihkan gulma yang menggangu tumbuhnya padi. Sorenya pasti mampir ke sebuah pasar di ujung desa tempatnya.

Di situ sudah ada warungnya mbok Rubinah, yang jualan teh ginastel lengkap dengan gulo batunya. Tak lupa panganan kang cemepak ning mejo: mentho, tahu, lan nogosari!

"Monggo Mbah Darmo pinarak," ujar mbok Rubinah. "Biasane mbok Rubinah," kata Mbah Darmo.

Baca Juga: Sastra Melembutkan Jiwa!

Segelas teh ginastel besar, secepat kilat tersaji di meja tua, plus kursi memanjang yang juga sudah menua, asyik saja duduk menikmati sore di warungnya Mbok Rubinah!

"Lho, Mbah Samin, tidak ikut, Mbah Darmo," ujar Mbok Rubinah. "Ia sudah pulang ke rumahnya," buat kandang baru untuk cempe-cempenya.

Dan lelaki paruh baya Mbah Darmo. Menikmati kelangenan lawasnya.

Sambil menikmati suguhan teh ginastel juga incip semua camilan yang tersaji, disajikan dengan apik oleh mbok Rubinah, dan tak lupa suara rengeng-rengeng lagi campursari nya Manthous berkumandang merdu!

Dan pegunungan seribu sudah ampyak-ampyak menerima kedatangan senja, di waktu sore yang terus berjalan.

Baca Juga: Inspirasi Pagi

Suasana-suasana yang alamiah demikian. Tak pernah ditinggalkan oleh Mbah Darmo. Karena itu adalah sebuah ritus untuk berterimakasih kepada alam, dengan menikmatinya.

Dan sepertinya kebahagiaan tengah dialami oleh ketiga orang dalam cerita di atas: Mbah Darmo, Mbah Samin, dan mbok Rubinah! Pada hari Jumat sore itu.

Dan ketiganya bukan manusia muda lagi di dukuh Plered. Namun, ketiganya pernah berada dalam pawiyatan pendidikan yang sama pada jaman sebelumnya. Namun jiwa ketiganya selalu muda karena begitu mudahnya menikmati apa yang mampir di dalam hidupnya.


AAS, 7 April 2023
Surabaya

Editor : Wahyu Lazuardi