Catatan Mas AAS

Ontran-ontran Bak Sinetron FTV: Sebuah Drama yang Terus Berlanjut

Reporter : -
Ontran-ontran Bak Sinetron FTV: Sebuah Drama yang Terus Berlanjut
Mas AAS

Otak dan isinya harus dilokalisir sejenak. Jangan terlalu jauh mikirnya. Fenomena yang tengah terjadi di negeri ini telah berubah menjadi suguhan yang tak ubahnya sinetron FTV—penuh dengan drama, konflik, dan kejutan yang tak pernah berakhir. Kita seolah-olah menjadi penonton pasif dari sebuah pertunjukan besar, di mana ketakutan dan kegelisahan menguasai setiap yang punya kursi kekuasaan. Setiap detik, menit, dan jam terasa seperti adegan yang tak pernah selesai, menambah ketegangan dalam drama yang tak henti-hentinya dipertontonkan.

Dalam parade besar ini, siapa yang sebenarnya mengarahkan? Siapa yang layak menjadi pemeran utama, pemeran figuran, dan apakah peran utama perlu digantikan oleh stuntman untuk menjalankan lakon besarnya? Pertanyaan-pertanyaan ini menggantung di benak setiap anak bangsa yang mencoba mencari jawaban melalui referensi yang pernah dipelajari di bangku sekolah. Namun, sayangnya, semua rujukan itu seolah tak relevan lagi. Semua yang terjadi bermula dari hasrat pribadi yang tak terkendali, hasrat yang kini telah mencapai puncaknya dan menimbulkan dampak yang mengerikan bagi negeri ini.

Baca Juga: Urip Ayem Tentrem: Menikmati Gending Lawas di Emper Omah

Kekuasaan selalu menggoda. Dengan jentikan jari dan hentakan kaki, semua bisa berubah seketika. Begitu magisnya otoritas, begitu lemahnya pengaruh. Otoritas memiliki kuasa memerintah, sementara pengaruh hanya bisa menghimbau. Di tengah ketidakpastian ini, kita hanya bisa menunggu bagaimana sejarah akan diukir. Siapakah yang akan mencatatkan namanya sebagai sutradara dari sinetron yang tengah kita jalani ini?

Namun, di balik semua drama ini, kehidupan sehari-hari tetap harus berjalan. Penonton yang tak berdaya melanjutkan rutinitas: mengojek, mengajar, berjualan—semua itu demi memastikan dapur tetap mengepul. Kita hanya bisa memilih huruf, menganyam kata, lalu merajut kalimat menjadi sebuah narasi tulisan untuk melepaskan anasir yang berkelindan di kepala.

Baca Juga: Inspirasi dari Kebaikan Kecil

Pada akhirnya, biarlah takdir mengambil alih. Kita adalah penonton, tetapi kita juga adalah pelaku dalam skenario besar ini. Kita mungkin tidak bisa mengubah arah cerita, tetapi kita bisa memilih bagaimana menjalani peran kita dengan bijak. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, "Dalam hidup, ada yang terus bersandiwara. Tapi hanya sedikit yang memilih menjadi diri sendiri." Kini saatnya kita memilih, apakah kita akan terus menjadi penonton pasif atau berani mengambil peran dalam sejarah.

 

Baca Juga: Memasak: Sebuah Seni dan Cara Menikmati Momen Liburan

AAS, 20 Agustus 2024
Warkop Karmen Surabaya

Editor : Redaksi