Catatan Mas AAS

Kerja Ngojek Dulu

Reporter : -
Kerja Ngojek Dulu
catatan mas AAS

Kebutuhan saya untuk menikmati waktu luang dengan bekerja sebagai ojek online itu tidak sekadar, dapat uang buat beli rokok, atau buat bayar segelas kopi yang saya seruput di warung kopi. Ada kalanya kalau lagi ada pesanan Mbah Joyo. Yo, bakulan nggoreng sego!


Lebih daripada itu motifnya!

Baca Juga: Liveaboard Indonesia dan Alvin Jaya Group Ajak 100 Anak Yatim Bermain dan Wisata di KBS


Saya bisa berkumpul dengan banyak para ayah yang bertekun menjemput rejekinya, buat dibawa pulang ke rumah, dikasihkan istri serta anak-anaknya.


Tidak itu saja saya pun bisa bercengkerama dengan mama muda yang sudah di tinggal suaminya. Entah pergi kemana, dan dirinya sudah punya tanggungan menghidupi anak-anaknya.


Dan juga para jomblo wan yang lebih enak bekerja jadi tukang ojek daripada bekerja ikut orang.


Karena kalau kerja ikut orang, harus mau: Pergi pagi, pulang petang, pagi pergi lagi ke kantornya. Kerja diawasi, salah sedikit kena surat peringatan begitu kata anak-anak muda yang entah kapan mau berumah tangga itu! "Mending enak jadi ojol mas Agus," ujar para jomblowan tersebut!


Siang ini di kala waktu weekend urusan rumah dan keluarga saya juga sudah kelar. Tibalah saya bersenang-senang sekarang. Kumpul dengan para kaum proletar di kota metropolitan di kota pahlawan Surabaya!


Jangan harapkan saya akan bisa bertemu dengan tongkrongan manusia perlente, berdasi, berkemeja putih, bercelana kain panjang, merek terbaru. Dan kemudian disebut para koleganya: Mas Prof, mas Doktor, sama sekali tidak.


Yang biasa saya temui adalah manusia dengan wajah kumus-kumus dengan keringat bercucuran membasahi kaos yang dikenakan, itulah saat bertemu dengan kawan di pangkalan para ojol tersebut.


Dan saya suka itu. Karena juga jadi pelakunya langsung. Wajah kumus-kumus, adalah tanda pasti mereka bekerja, cie cie cie!


Justeru dari situlah saya mendapatkan pelajaran hidup dan kehidupan yang sungguh nyata dan banyak. Seperti pada idiom Jawa "Ora Obah Ora Mamah".


Dan para ojol itu membuktikan implementasi dari idiom di atas!


Para analis dan para orang pintar bisa jadi untuk praktik menjalani hidup di dunia nyata. Seperti kelakuan para ojol itu mana mungkin bisa. Tepatnya mana mungkin mau!


Pembelaan mereka bisa jadi begini," Kok gelem-gelem men ngelakoni ngono, ora level, gengsi dong, muka saya mau taruh di mana!" Mukamu, ya, taruh di wajahmu to, gitu aja kok repot!

Baca Juga: Kunjungi Kota Lama, Ketua DPD RI Terpukau Surabaya Tempo Dulu


Kejadian serta peristiwa di lapangan, saat saya berprofesi sebagai ojek online seringkali menyentuh rasa kemanusiaan saya. Sampai segitunya seorang manusia harus menjemput rejekiNya.


Namun kenyataan itulah yang terjadi: Pagi-pagi sudah berangkat dari rumah, kadang malam baru pulang, bahkan tak jarang seorang ojek online dilanjutkan bolang hingga pagi, itu mau mereka lakukan.


Demi apa coba? Demi anak dan keluarganya. Demi sebuah tanggung jawab yang sudah ia deklarasikan saat dahulu melakukan ijab qobul di hadapan kedua orang tua dan mertua mereka! Alamak.


Sisi lain yang justeru saya lihat adalah, begitu besar sekali etos kerja yang mereka tunjukkan saat tengah bekerja! Itu yang benar-benar mengherankan! Membuat kagum saya, jelek-jelek begini saban hari saya kan belajar membangun sebuah etos kerja yang excellent di kelas-kelas kuliah yang saya adakam atau di kuliah yang saya ikuti sekarang!


Apa mereka bekerja karena memang suka bekerja? Atau karena sistem insentif yang diberikan oleh aplikasi, kalau yang ini kayaknya sudah tidak ada lagi! Terus apa motivasi mereka dalam bekerja sebegitu gas pol nya?


Masak karena faktor kepepet kahanan urip?


Kadang jadi kepikiran saja, apabila seorang pendidik saat bekerja memajukan institusinya macam para ojol itu dalam bekerja, gila bener itu! Atau bukan institusi pendidikan lah, perusahaan atau pabrik mungkin. Para karyawannya dalam bekerja macam mereka, sepertinya target-target organisasi akan mudah tercapai!

Baca Juga: Caleg Terpilih Demokrat, Wisata Kota Lama Harus Berdampak Kepada UMKM, Tidak Dimonpoli Pemodal Besar


Ini hanya asumsi saya saja, belum teruji, belum diteliti!


Dan suara spontan dari seorang emak-emak memanggilku spontan saat parkir di pangkalan. "Mas Agus, akun ku nyantol, aku entuk penumpang Iki!" "Mangstab mama, di up dong," kataku!


Dan tak berapa lama akunku pun berbunyi siang ini, saatnya antarkan penumpang dulu mas bro.


Tarik Mangggggg.

 

AAS, 13 Mei 2023
Taman Bungkul Surabaya

Editor : Wahyu Lazuardi