Catatan Mas AAS

Mengejar Indeks Prestasi, Membangun Portofolio Diri

Editor : -
Mengejar Indeks Prestasi, Membangun Portofolio Diri
Catatan MAS AAS

Beberapa hari yang lalu, saat tengah menjalankan tugas sebagai mahasiswa, untuk terus marak sowan konsultasi dengan tim promotor di Pascasarjana FE UB.


Sejenak urusan konsultasi sudah rampung. Maka acara selanjutnya adalah metime.


Lalu, bertemulah dengan seorang kawan lama. Tepatnya berdiskusi ringan di UB Coffee dengan seorang profesor muda. Yang merupakan sohib lawas penulis!


Dan kami pun terlibat dalam perbincangan seputar intelektual property atau dikenal dengan IP.


IP ini adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh manusia, hasil dirinya bertekun berlatih, bekerja, mencurahkan waktu, tenaga, pikiran, daya, cipta, juga karsa!


IP ini bisa berwujud karya sastra, buku, seni, dan semacamnya. Ia lahir karena seseorang itu benar-benar menguasai dan terampil dalam sebuah bidang. Termasuk di sini adalah soal menulis.


Keberhasilan seseorang menghasilkan IP yang banyak. Ditopang oleh penguasaan dalam satu bidang secara spesifik dalam waktu yang lama. Ia benar-benar menjadi seorang spesialis di bidangnya. Begitu yang disampaikan seorang kawan lama tersebut. Kebetulan saja meski masih muda terbilang umurnya karena ia yunior saya jauh, namun saya pun harus memanggil nya dengan sebutan prof. Karena memang telah menjadi seorang Guru Besar, beliaunya.


Dalam obrolan berdua itu, kami berdua berdiskusi lama membahas seputar IP yang dibangun dari sebuah habit. Yaitu habit menulis. Sehingga diharapkan bisa banyak menghasilkan karya berupa buku juga manuskrip!


"Prof, Anda begitu banyak sekali karya literasi nya yaitu berupa manuskrip yang dipublikasikan di jurnal-jurnal terbaik, darimana Anda mendapatkan inspirasi menulisnya?"


"Lha, ya, sama juga inspirasinya dengan yang dilakukan oleh mas Broto, saat setiap hari bisa membuat sebuah tulisan, coba darimana mas Broto, dapat inspirasi menulisnya," ujar si prof muda tersebut kepada penulis!


"Ya, hanya dari kejadian sederhana yang ada di depan saya saja prof. Perisitiwa nya ada, lalu emosi kena, lantas menulis lah," sesederhana itu prof!


"Saya pun demikian mas Broto, dari kebiasaan membaca manuskrip hampir setiap hari saya membaca satu artikel yang sesuai dengan bidang keilmuan, dan benar-benar saya baca, saya pahami isinya. Inspirasi menulis saya peroleh dari kegiatan semacam itu!"


"Setiap hari pasti membaca satu artikel dari jurnal terbaik, prof?"


"Betul mas Broto!"


"Gila juga ya Prof, Anda mampu melakukan hal tersebut!"


"Itu hanya soal kebiasaan dan kemauan, sama juga kan dengan apa yang dilakukan oleh mas Broto, setiap hari menulis, lalu di upload di portal Jatim update!"


Kebetulan saja. Prof muda di atas, hampir bisa dibilang selalu menulis artikel dan bisa dengan mudahnya publish di jurnal bereputasi internasional. Gila benar. Benar-benar prof tersebut menghasilkan begitu banyak IP dalam bentuk manuskrip yang bermutu. Dan layak dicontoh.


Kembali ke perihal IP, kami berdua pada sebuah titik dalam diskusi kemarin sepakat. Bahwa pada akhirnya tidak akan banyak ilmu yang akan dikuasai. Pada akhirnya kita hanya akan mampu berbicara secara mendalam dalam satu bidang bahkan hanya pada satu tema saja, namun sangat mendalam.


Dan kami berdua dalam diskusi kemarin juga sepakat juga, tentang bagaimana mampu melahirkan IP yang banyak. Ya, sebisa mungkin bertekun saja dalam satu bidang. Dan kemampuan menulis yang apik ini, latihannya tidak akan pernah lulus dan selesai. Karena harus terus mau belajar dan membaca seumur hidup! Utamanya membaca terkait perkembangan ilmu di bidang yang dikuasainya. Dan sebuah jurnal diibaratkan sebuah tempat kongkow dari orang-orang yang memiliki latar keilmuan yang hampir serupa. Dan menjadi anggota sebuah komunitas yang baik, ketika mampu aktif dan berkontribusi. Dan wujud kontribusi nya tidak ada lain adalah menulis artikel, begitu dengan tegas meski sambil guyon maton parikeno disampaikan oleh si profesor sahabat lawas penulis tersebut!


Jadi bisa disimpulkan hasil dari obrolan kami berdua kemarin di kampus UB Malang. Menjadi pendidik itu wajib memiliki intelektual property atau IP. Caranya adalah bertekun belajar dan mengembangkan diri secara terus-menerus dalam bidang keilmuan kami. Lalu tool nya adalah dengan menulis. Jadi menjadi pendidik adalah wajib untuk bisa menulis. Dan menulis adalah sebuah kesenangan belaka bukan lah beban. Jadi kami berdua sepakat dengan sebuah Kredo: bahwa kami berdua adalah bukan bekerja namun bersenang-senang namun dibayar. Yaitu bersenang-senang membaca, lalu menuliskan apa yang sudah kami baca, begitu kesimpulan yang mampu diikat dalam pikiran penulis, hasil berdiskusi dengan profesor muda dari UB tersebut!

Kamsia prof atas insight nya ya kemarin. Semoga IP yang dihasilkan oleh prof semakin banyak dan berdampak besar bagi manusia yang lainnya, amin yra .


AAS, 26 Mei 2023
Taman Bungkul Surabaya