Dave Laksono : Draft RUU Penyiaran yang Beredar itu Belum Dibahas di DPR

Reporter : -
Dave Laksono : Draft RUU Penyiaran yang Beredar itu Belum Dibahas di DPR
Diskusi publik bertemakan “Menyoal Revisi Undang-Undang Penyaiaran yang Berpotensi Mengancam Kebebasan Pers” di Hall Dewan Pers Jakarta, Rabu (15/5/2024)

Jakarta, JatimUPdate.id,- Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyatakan bahwa Komisi I DPR RI akan menerima segala masukan dari publik dan insan pers berkaitan dengan Revisi Undang-Undang Penyiaran. Ia menyebut bahwa Komisi I akan menerima segala masukan dan menyerapnya untuk dijadikan bahan pembahasan.

“Penting untuk saya sampaikan di sini, walaupun revisi UU Penyiaran itu adalah inisiatif DPR, namun segala macam draft yang beredar saat ini, belum dibahas secara detail oleh Komisi I DPR,”ujarnya dalam Diskusi Publik IJTI bertemakan “Menyoal Revisi Undang-Undang Penyiaran yang Berpotensi Mengancam Kebebasan Pers” di Hall Dewan Pers pada Rabu (15/5).

Baca Juga: Pasal-Pasal Dalam RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers

Dave juga meminta segenap insan pers untuk tidak langsung menuduh bahwa pembahasan terkait RUU Penyiaran ini dilakukan tertutup.

“Itu nggak rahasia. Itu terbuka. Sekarang ini jangan langsung nuduh dulu,”tukas Dave.

Dave mengatakan bahwa saat ini, pembahasan terkait RUU Penyiaran, masih dilakukan harmonisasi di Baleg. Maksudnya, Dave menjelaskan, harmonisasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada pasal demi pasal yang bertentangan dengan undang-undang yang lain. Setelah selesai dari Baleg, kemudian akan dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi RUU. Lalu setelah itu paripurna menugaskan ke Komisi I untuk memulai pembahasan akan RUU penyiaran ini.

“Di komisi I inilah nantinya akan dibahas satu persatu pasal demi pasal apa yang menjadi masalah dan apa yang menjadi masukan. Dan kita akan membuka pembahasan ini dan mengundang semua pihak terkait untuk memberikan masukannya agar bisa melengkapi dan menyempurnakan,”ujarnya.
Karena, menurut Dave, Undang-Undang ini menyangkup banyak hal, tak hanya satu dua pasal yang sedang ramai diperbincangkan di kalangan pers.

“Apalagi sekarang di era digitalisasi dengan derasnya informasi di medsos, penyiaran tele serial, penyiaran radio, dan podcast-podcast yang kesemuanya belum ada pengaturannya. Karenanya, UU ini dirasa penting untuk mengcover segala macam aspek yang berkaitan dengan penyiaran,”tutup Dave.

Baca Juga: PWI Pusat: RUU Penyiaran Melanggar UU Pers, Perlu Perbaikan

Sebelumnya, di kesempatan yang sama, Bayu Wardana (Sekjen AJI) menjelaskan bahwa proses penyusunan draft RUU Penyiaran ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi di ruang yang gelap. Ini bisa dilihat dari pengalaman sejak tahun 2019 di mana pembuatan Undang-undang tidak memenuhi syarat dan semua dilakukan dengan cepat dan tidak melibatkan partisipasi publik.

Bayu mengajak agar semua insan pers tak hanya mempermasalahkan dua pasal saja karena ancamannya tak hanya di situ saja. Bayu menyebut hilangnya Pasal 6 ayat 2 dari UU Penyiaran No.32/2002. Pasal tersebut berbunyi bahwa, “Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Di draft RUU Penyiaran yang baru ini, pasal tersebut hilang. Padahal pasal tersebut adalah filosofinya UU No.32/2002 tentang Penyiaran,”katanya.

Bayu juga menyebutkan Pasal 36 A dari draft RUU Penyiaran yang baru, yang menurutnya, mengancam kebebasan pers. Kalau konten siaran itu tidak memenuhi P3SPS, maka akan ada sanksi dan KPI bisa mengajukan ke Kominfo untuk mentake down untuk menutup situs atau konten tersebut.

Baca Juga: Ini Dua Alasan Dewan Pers Menolak Revisi UU Penyiaran

“Inilah, yang menurut saya, berbahaya karena KPI diberi wewenang untuk masuk ke dunia internet,”tuturnya.

Bayu mengajak semua insan pers, agar saat melakukan advokasi permasalahan RUU Penyiaran ini ke DPR, agar tak hanya melibatkan komunitas pers saja.

“Tapi, penerima manfaat dari pers juga turut diajak. Baik itu akademisi dan universitas. Karena kalau kebebasan pers ini dibelenggu dan diberangus, yang rugi tak hanya komunitas pers, melainkan juga warga negara yang menerima kebebasan pers pun akan ikut rugi,”tutupnya. (SF)

Editor : Nasirudin