Oleh. Fathorrahman Fadli*

Jatah Kue Kekuasaan NU vs PKB

Reporter : -
Jatah Kue Kekuasaan NU vs PKB
Penulis Fathorrahman Fadli

Jakarta, JatimUPdate.id - Sampai hari kiamat, rasanya NU akan terus menjadi komoditas politik bagi para pencari kekuasaan di negeri ini. Tidak saja dari kalangan internal NU sendiri, namun juga oleh kalangan eksternal NU yakni partai-partai politik. Hal ini terjadi karena beberapa hal berikut yang akan saya uraikan satu persatu.

Pertama, soal jumlah massa NU yang sangat besar. Dalam konteks politik elektoral dimana kebenaran politik di ukur atas berapa jumlah voter, maka NU adalah massa politik yamg akan jadi rebutan partai politik. Mereka akan mempengaruhi massa NU melalui pemimpinnya di berbagai level dan tingkatan kepengurusan. Namun biasanya, demi efisiensi, maka para pemimpin partai yang berkuasa cenderung membeli NU di saat-saat musim kampanye.

Baca Juga: Ais Shafiyah Asfar Ditunjuk Pengurus Harian PKB, Tubagus: Kami Sangat Bangga

Sampai di sini, NU akan menjadi wilayah pertempuran politik. Oleh karena itu, maka para aktivis politik NU yang kini semakin banyak dan merata tersebar di berbagai partai politik akan bertarung semakin keras untuk mengkapitalisasi NU sebagai aset politik. Kelak mereka akan memperdagangkan aset kapital NU itu kepada kaum oligarki.

Kedua, watak dan karakter jamaah NU yang mayoritas masih memiliki pendidikan yang rendah, akan menjadi batu sandung demokrasi. Demokrasi dalam derajar yang normal justru membutuhkan masyarakat yang terdidik secara intelektual maupun akademik.

Keterdidikan itu pun tidak cukup menjadi jaminan, massa NU tidak terjebak pada fragmatisme politik. Sebab sumber kebenaran bukan rasionalitas objektif yang berbasis fakta dan data yang valid, namun seberapa besar kita dapat meraih voters yang banyak. Demokrasi pada sisi ini akan merusak masyarakat.

Sebab rakyat hanya jadi komoditas yang rutin setiap pilkada, pilpres atau pileg. Rakyat hanya menjadi sarana legitimasi untuk meraih kursi kekuasaan seseorang. Setelah kursi diraih, rakyat lalu dilupakan begitu saja. Mereka sibuk dengan segala aktivitas seremonial kekuasaan negara yang kerap tidak tersambung langsung dengan hak-hak dan pemenuhan harkat hidup rakyatnya.

Ketiga, soal posisi demografis NU yang mayoritas tersebar di pedesaan. Mereka lebih sering berfokus pada usaha pemenuhan hidup keluarga sehari-hari ketimbang mengkonsumsi informasi yang berkualitas untuk mencerdaskan dirinya. Kondisi ini jelas akan membuat warga NU di pedesaan tidak cukup mampu untuk menjadikan dirinya sebagai pemilih yang cerdas. Pada titik kondisi ini massa NU dipedesaan akan lebih mudah dimobilisasi dengan uang ketimbang gagasan.

Oleh karena itu, untuk meminimalisir realitas politik itu, saya menyarankan agar PKB sebagai partai politik yang ikut mengambil inisiatif kebijakan di DPR, hendaknya mendptong pemerintah untuk membangun perguruan tinggi hingga ke desa-desa seluruh Indonesia agar warga NU memiliki kesempatan yang luas untuk belajar di perguruan Tinggi. Saya meyakini jika PKB mendorong tumbuhnya kampus-kampus itu, maka warga NU akan menjadi warga yang kritis ban cerdas.

Baca Juga: Ketua Perempuan Bangsa Jawa Timur Dukung Cak Imin dan KH Maruf Amin Nahkodai DPP PKB

Keempat, NU sebagai jam'iyah harus melakukan rasionalisasi kegiatannya agar lebih mampu mendidik warganya semakin cerdas. Potensi NU melalui Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) yang pernah dipacu pembangunannya sejak Profesor Muhammad Nuh menjadi Ketua Bidang Pendidikan di PBNU yang dikelola secara teknis oleh Profesor Hanief Saha Gafur harus terus dikembangkan kegiatan hingga menyentuh warga NU dilevel akar rumput. Ada proses intelektualisasi warga NU melalui kegiatan sinergitas kampus dengan masyarakat. Misalnya melalui kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PKM) yang dilakukan UNU.

Soal Jatah Kekuasaan

Jika kekuasaan Prabowo Subiyanto sudah ada ditangannya pada 20 Oktober 2024, sebaiknya kubu PBNU yang sudah membantu memenangkan Prabowo Pilpres 2024 lalu sebaiknya tidak perlu menghambat atau mengurangi jatah kursi kekuasaan kepada PKB. Sebab keduanya sama-sama memiliki orientasi untuk membesarkan dan memajukan umat Nahdliyin di seluruh Indonesia.

Dugaan saya, Prabowo akan tetap memberikan jatah kursi kabinet kepada PKB secara proporsional, dan juga akan memberikan jatah pada PBNU. Kedua sayap politik Nahdliyin itu sangat penting untuk menjaga stabilitas politik kekuasaan Prabowo dalam lima tahun mendatang.

Baca Juga: Legislator PKB, Janji Bekerja untuk Kemaslahatan Ummat, Gagas Politik Rahmatan lil Alamin

Prabowo sangat membutuhkan suara PKB di Parlemen guna memuluskan berbagai agenda kenegaraan. Namun pada saat yang sama Prabowo sebagai.presiden tetap membutuhkan NU secara kelembagaan guna memobilisasi warganya, terutama dalam menjalankan program-program pembangunannya di lapangan.

Dengan menyeimbangkan jatah kekuasaan dalam kabinet antara NU dan PKB, maka Prabowo sudah mengantongi dukungan riil, baik secara politik maupun secara realitas penyelenggaraan negara di lapangan (*).

*Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Development Research

Editor : Redaksi