Catatan Mas AAS

Tukang Ojek Belajar Dadi Konsultan Politik

Reporter : -
Tukang Ojek Belajar Dadi Konsultan Politik
Mas AAS

"Bro piye, sido nyaleg ta?"..."Ora sido, Gus!"


"Lha nopo?" ..."Modal e cekak, wis tak teruske sing dadi blantik AE! Ora dadi legislatif ora pathek'en!"

Baca Juga: Inspirasi dari Kebaikan Kecil


Orang baik seharusnya jadi wakil kami, orang papa, kaum marginal tak terurus, tuk sampaikan aspirasi di gedung perwakilan rakyat, agar putusan eksekutif berpihak kepada kami. Begitu Marwah yang seyogyanya akan dijalankan dulur lawas. Yang sedianya akan mencalonkan diri jadi senator di level kabupaten tersebut. Apa daya dihitung-hitung modalnya tak sebanding dengan risiko yang telah diketahuinya. Tidak jadi senator modal kadung ilang, kalau pun jadi banyak setoran. "Ampun deh, Gus!"


Tidak tahu, apakah ada caleg ditempat lain di daerah lainnya berpikir dan mengambil keputusan tuk batalkan niat baiknya itu. Tak di gubris anekdot yang ada: "Kok sudah pulang sebelum pergi! Kok sudah kalah sebelum bertanding!"


Pembelaan dirinya yang disampaikan kepada penulis suatu ketika: "Ora sumbut karo paitane modale, Gus!"


Biaya politik di negeri "Khatulistiwa" hari ini gila-gilaan. "Terus aku sing mbalekake modal banjir piye Gus," tanyanya kepada penulis!


"Lak, modale, duitmu dewe kan?"


"Jare sopo Gus, modale wong akeh iku! Mari ngono aku ngangsur Iki siji-siji!"


"Edan!"


"Penak awakmu dadi dosen ae, Gus. Gaji sithek ora popo, ora pikiran bayar setoran kono kene!"


"Sik-sik penake ning ngendi bro?"..."Profesimu membuat dirimu terus belajar. Dan banyak orang, organisasi, dan institusi akan membutuhkan kepakaranmu dalam sebuah bidang nantinya," ujar sang caleg yang sedang mendhem jero hehehe.


"Yo, nek, dosen e seneng dan terus ubgrade ilmu dan pengetahuan nya, kalau hanya lari ditempat hidup di zona nyaman, ya sami mawon, pak caleg!"


Suatu ketika dua orang mantan aktivis yang dipertemukan oleh semesta secara tidak sengaja. Bertemu berbincang guyon maton parikeno di markas besar penulis di Taman Bungkul Surabaya. Kami ngudoroso panjang tentang bagaimana dahulu kami berdua dengan tekun melahap semua kurikulum di organisasi yang sama, hingga pada ujungnya kami memiliki sebuah imajinasi di dalam masa depan hidup kami, "Aku harus menjadi seorang senator, suatu ketika!" Kenapa pemikiran itu kerap timbul tenggelam sesaat menjadi kader di sebuah organisasi, karena spirit dan glorifikasi yang terdengar keras dan disampaikan, para alumni banyak duduk di kursi eksekutif juga legislatif. Meski saja profesi dalam dunia lain juga cukup banyak: pendidik, blantik, kades, bahkan entrepreneur juga ada. Namun kurang di ekspos secara signifikan! Kader paham dan tahunya alumni organisasi hanya satu profesi utama saja: politisi! Belum tahu dahulu kalau modal jadi politikus duite sak karung!


Dan ketika umur kami bertambah, dan ketika informasi dan pengetahuan juga bertumbuh. Baru sadar, cerita-cerita besar saat dahulu belajar di organisasi, kabar-kabar indah yang kami berdua dengar tak se elok di dunia riilnya!


"Masio, ngono, kan arek-arek iku masih terus mengejar untuk menjadi seorang senator kan," tegas ku kepada kawan karib tersebut!

Baca Juga: Memasak: Sebuah Seni dan Cara Menikmati Momen Liburan


"Iyo sih Gus. Manusiawi, karena memang fasilitas dan gaji menjadi seorang senator di negeri ini: super gila besarnya, belum tunjangan ini itu, bahkan tunjangan main bilyard kayak kelangenan mu juga dikasih, Gus," tegas sang caleg, dan kami berdua hanya bisa ngekek bareng.


"Awakmu kan pernah tahu dan tentunya mempelajari isinya teori Abraham Maslow, kan, Gus! Seluruh kebutuhan manusia dalam teori tersebut dijawab semuanya saat seseorang itu mampu dan berhasil menjadi seorang wakil rakyat di negeri Zamrud khatulistiwa ini. Meski menjadi senator yang levelnya hanya di kabupaten atau kota."

"Iya ta?"


"Bener Gus!"


"Lha nek ngono. Awakmu ojo mulih sik lah, terusno anggonmu magang nyalon dadi CALEG! Sopo ngerti dadi."


"Modal e Gus, ora cukup!"


"Rasah modal. Modal e nganggo medsos media sosial ae! Kan GOR level kabupaten kan? Cobo ae."

Baca Juga: Momentum Itu Diciptakan


"Yo, Gus. Tak pikirke masukanmu. Tapi janji awakmu mengko dadi konsultane yo Gus, untuk membangun opini di media sosial tentang pencalonan ku dadi CALEG!"


"Siap tak bantu 100 prosen! Angger itungane masuk!"


"Jangkrik kon Gus. Lalu kami berdua pun tertawa ngakak bersama di Taman Bungkul Surabaya."


Begitulah pembaca yang budiman. Meski faktanya berat, kalau memikirkan hanya faktor modal saja untuk berhasil menjadi seorang senator. Sahabat lawas itu, sedikit banyak menerima masukan dari penulis. Dan kini namanya mulai terkenal di sebuah kabupaten di Jawa Timur.


Penulis berdoa teruntuk kawan lawas itu. Semoga ihktiar serta harapannya untuk menjadi seorang wakil rakyat berhasil jadi, dikabulkan oleh Allah SWT, amin yra.

 

AAS, 16 Juni 2023
Taman Bungkul Surabaya

Editor : Yuris P Hidayat