Catatan Mas AAS

Belajar Berterima Kasih Kepada Tuhan

Editor : -
Belajar Berterima Kasih Kepada Tuhan
Capture foto gambar diri bersama senior: Prof Nuhfil, sebagai pengingat diri serta rasa hormat penulis yang sedemikian besar kepada beliau

Lelaki berkelas itu bukan tentang persoalan gaya tongkrongan yang artfisial semata: duduk di kursi empuk lalu menyetir mobil Rubicon serampangan di jalan. Hidup di rumah berdinding warna putih nan megah, serta kedudukan yang mapan, anak buah dan kolega semua setor muka, cium tangan, takut posisinya melorot! 

 

Di tambah dengan perilaku _songong_ selonong boy: kurang adab kurang santun, bebal empati serta kurang empati!

 

Lelaki begitu memang ada dan kerap menjadi *jualan* empuk sebuah fatamorgana dunia yang *semu* dan sesaat saja!

 

Dan menurut hemat *penulis*, para penduduk langit pun rada kurang berkenan melihat sebuah *keberhasilan* anak manusia yang serupa demikian!

 

"Tapi Urip butuh sing mengkono Agus," tegas seorang kolega pada pagi ini, di markas besar penulis di Taman Bungkul Surabaya!

 

"Iyo sih bro, dan pola yang demikian yang Anda pilih, hanya tinggal tunggu waktu saja masa akhir kesuksesan semu itu akan Anda miliki!" Bisa sebentar lepas, saat ada godaan yang menggiurkan: wanita idaman lain semisal, yang _kepincut_ dengan posisi mu sekarang! Awalnya hanya ada senang saja yang Anda alami, selanjutnya: "awakmu esoh lali omah, lali bojo, LAN lali anak-anak mu!" Dan sesaat kemudian kemegahan, kemapanan, dan kemasyhuran yang sedang engkau alami, mundur, hilang, pergi, entah kemana lagi. "Diri mu esoh ilang *pulung* derajatmu!"

 

Ada banyak cara untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Gusti. Tidak harus meletakkan sebuah *pencapaian* di dalam hidup yang sebentar ini, untuk *menangguk* rasa ego yang semakin menumpuk. Alih-alih mengurangi apalagi melepaskan dari semua kemelekatan itu! gampang ditulis, cobanen lakonono! "Ngeri-ngeri sedap mas bro!"

 

"Sakdurunge bablas, mending putar balik saja mas bro. Pandang jalan itu lurus ke depan! Jangan kau buat kedua matamu itu untuk melihat *kamuflase* material kehidupan yang datang silih berganti, untuk mengalihkan rasa takdim dan berbakti kita kepada *GUSTI*. Aku esoh ngomong sing mengkono, kerena aku juga pernah alami seperti yang dirimu alami juga!"

 

"JEK, tak kiro cukup semene AE yo, Iki akun grab ku muni, aku entuk orderan, wayahe kerjo. bedo karo awakmu sing wis dadi juragan, lan sedang di percoyo karo GUSTI, opo-opo sak dek sak nyet kasembadan, sedyamu! Nek aku kudu obah baru mamah JEK," ujarku kepada seorang kolega pada pagi tadi di TB Surabaya!

 

"Dadi wong Lanang ket jaman *BAHEULA* ujian hidupnya selalu saja sama, berputar-putar dari 3 urusan saja: harta, tahta, dan wanita. Lolos ujian harta, masuk ke ujian tahta, lolos di level ini, siap-siap masuk ke ujian level ke tiga urusan *wedok* an, dan ini hampir kebanyakan seorang *lanangan* ora kuat, lalu kepincut! Dan habislah masa depan si manusia tersebut!"

 

"Tuhan, ajari kami sekali lagi untuk berterima kasih kepada Mu, dengan cara Mu, dengan ridho Mu!" 

 

"Dan bimbinglah penulis, juga teman penulis tadi, dari ujian berupa: ranjau-ranjau kehidupan yang tak mampu kami hindari! Dan pada akhirnya akan membuat kami berdua di masa depan akan *keblangsak* hidupnya!"

 

"Bimbing serta dampingi hati kami selalu, Duh Gusti. Untuk terus mampu berbakti kepada Mu, dan amin yra!"????????????????

 

#Capture foto gambar diri bersama senior: Prof Nuhfil, sebagai pengingat diri serta rasa hormat penulis yang sedemikian besar kepada beliau.#

 

 

AAS, 15 Juli 2023

Rehat sejenak di warkop, saat kerja *ngojek* pada pagi ini @ TB SURABAYA