Oleh : Atal S Depari , Ketum PWI Pusat

10 Alasan Tolak Bahas SKKNI Pers

Reporter : -
10 Alasan Tolak Bahas SKKNI Pers
Atal S Depari

10 Alasan Tolak Bahas SKKNI

Kita patut tolak penerapan SKKNI untuk wartawan, bukan karena emosional, tetapi berdasarkan argumen yang kuat, antara lain setidaknya ada 10 alasan sebagai berikut:

Baca Juga: Kiprah MKMK dan Menjadikan Dewan Pers Bukan Super Bodi

1. Saat ini sedang ada kasus menyangkut soal ini di Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi, kita status qou saja, seperti biasa, sampai ada keputusan MK. Kita tetap melaksanakan semua kegiatan SKW seperti biasa. Tak perlu ada pembahasan soal SKKNI Pers apapun sampai ada keputusan MK.
Kalau kita menang (lagi) di MK, selesailah segala urusan ini, dan tak perlu ada kaitan apapun kita dengan BNSP, SKKNI, dan segala tetek bengek buntutnya.

2. Kita (masyarakat pers, cq Dewan Pers) sudah sering digugat pihak sebelah soal ini, baik di PN maupun di PTUN, dan mereka selalu keok. Artinya, tak ada satu pun dari gugatan mereka yang diterima pengadilan. Tegasnya, pilihan dan kebijakan kita secara hukum telah dibenarkan pengadilan. Cara kita melakukan uji kompetensi sudah benar. Ngapain kita ribut-ribut perlunya SKKNI Pers lagi?

3. Jangan lupa, baik secara eksplisit maupun inplisit, UU Pers menegaskan, tak boleh ada yang mencapuri urusan pers. Bahkan presiden pun tak boleh. Tapi kalau BNSP menjadi induk kita, dalam arti mengeluarkan sertifikat pers secara langsung, kita menempatkan diri untuk urusan setandar kompetensi wartawan di bawah BNSP. Jelas ada campur tangan dari pihak luar. Kita sendiri yang melanggar UU Pers.

4. Jangan lupa, jika nanti sudah ada SKKNI Pers, maka kendalinya ada di BNSP, dan BNSP dapat menunjuk lembaga penguji sertifikasi kompetensi wartawan dari manapun. Otoritas tidak lagi ada di Dewan Pers. Tentu saja BNSP kelak
dapat menujuk lembaga penguji sertifikat wartawan mananpun, termasuk yang di luar pers. Ini akan membuat benang kusut aja dalam urusan sertifikat wartawan.

5. Jangan lupa, UU Pers bersifat khusus dan diutamakan (lex privil lex primaat), sehingga ketentuan yang umum seperti SKKNI Pers tak dapat diterapkan untuk wartawan, seperti juga tidak dapat diterapkan untuk dokter, advokat, dan sebagainya. Kalau kita membantu proses pembentukan SKKNI Pers dan mengikutinya, berarti kita menundukkan diri kepada peraturan yang bertentangan dengan UU Pers.

6. Perlu diingat, jika kita menundukkan diri kepada peraturan yang bersifat umum, sepeti SKKNI Pers dari BNSP, berarti kita justeru menyatakan diri terhadap pers juga berlaku peraturan-peraturan yang bersifat umum. Ini sangat bahaya, karena dengan demikian terhadap kasus-kasus yang dialami wartawan nantinya bisa tidak lagi berada dalam naungan perlindungan UU Pers sebagai peraturan yang khusus dan utama. Bagaimana profesi yang bersandar kepada peraturan umum seperti SKKNI Pers dari BNSP, kok kalo ada kasus minta dilindungi oleh UU Pers yang bersifat khusus. Tidak sinkron. Dengan begitu, ada kemungkinan UU Pers kelak dapat “disingkirkan” ketika wartawan menghadapi kasus pers. Ini sangat berbahaya.

Baca Juga: Usai Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK, Cak Imin Sebut Demokrasi Mengalami Kemunduran

7. Pada moment sekarang membahas SKKNI Pers untuk wartawan, sama saja kita menjebloskan diri dalam “olok-olok” pihak tetangga sebelah. Tuh, kan Dewan Pers takut kepada kita dan mengikuti kita, kata mereka, tetangga sebelah itu. Dan kini hal itu pun sudah viral dimana-mana. Jadi, saat ini merupakan satu momentum yang sangat tidak tepat untuk pembahasan SKKNI Pers, apapun alasannya.

8. Ada pendapat yang mengatakan, kalau kita tidak ikut dalam proses pembuatan SKKNI Pers akan diambil oleh orang atau pihak lain! Siapa yang mau ambil kalau SKKNI Pers kalau kita masyarakat pers tidak mau mengerjakan? Kalau pun ada yang mau ambil, dan mengerjakannya, kenapa kita harus repot kebakaran jenggot l? SKKNI Pers itu nanti gak legitimate sama sekali. Kita kan tetap yakin berpatokan kepada UU Pers.

9, Kemenkominfo sudah mencabut pengakuan yang diberikan kepada tetangga sebelah, karena Kemenkominfo mendukung kita. Artinya langkah kita sudah benar, langkah tetangga sebelah tidak tepat. Kita jangan tergoda mau ikut-ikut membahas SKKNI.

10. Pengalaman selama ini para pejabat di BNSP “lain di hati lain di bibir” kepada kita. Tegasnya, yang mereka janjikan sesuai untuk memecahkan soal ini kepada kita, namun fakta di lapangan berbeda. Nah, dalam keadan seperti ini, kita tidak boleh masuk perangkap kepada mulut manis mereka, termasuk argumentasi dan janji-janji mereka. Kalau kejadian kita sudah ikut mengendor s SKKNI Pers, nanti kita masuk “jebakan batman.” Jadi, sampai semua pejabat itu BNSP diganti (setahun atau dua tahun lagi masa bakti merek habis), kita tidak bisa mempercayai apapun terhadap komitmen mereka.

Baca Juga: Dewan Pers Dilarang Minta Perusahaan Pers Melakukan Pendaftaran!

 

Atal S Depari

Ketua Umum PWI Pusat

Editor : Redaksi