Ngabuburit Senja

Manusia dan Keledai

Reporter : -
Manusia dan Keledai
Dr M Subhan SD

Luqman adalah sosok bijak bestari. Tersebutlah Luqmanul Hakim atau Luqman The Wise. Namanya di-mention Allah dalam kitab suci Al-Quran. Bahkan dijadikan nama surat yang ke-31 (Surat Luqman). Namun, Luqman bukan nabi. Konon ketika diberi pilihan oleh Tuhan, ia menolak mengemban misi kenabian. Ia lebih menginginkan hikmah (kebijaksanaan), yang kemudian kita kenal riwayatnya sampai hari ini.

“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman…” (QS. Luqman: 12). Paling sering didengar adalah nasihat Luqman kepada anaknya. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman: 13-14).

Salah satu episode kisah Luqman yang diperkirakan hidup sezaman dengan Nabi Daud, sekitar abad XI-X sebelum Masehi itu adalah ketika bersama anaknya berjalan-jalan melintasi sebuah pasar. Luqman menunggangi keledai, sedangkan sang anak berjalan di depan sambil menuntun keledai. Orang-orang ramai yang melihat pemandangan itu langsung bereaksi, “kasihan sekali anak kecil itu menuntun keledai, orangtuanya duduk nyaman di atas keledai. Sombong sekali orangtua itu”. Luqman mendengar omongan tersebut. Ia berkata kepada anaknya, “Anakku, dengar yang mereka katakan ya!” Sejurus kemudian Luqman melompat turun dari keledai. Ia lalu mengangkat anaknya untuk naik di punggung keledai. Sekarang giliran Luqman yang menuntun keledai yang ditunggangi sang anak. Orang-orang kepo lagi. Mereka menghardik, “Dasar anak kecil tak punya akhlak, orangtuanya malah berjalan sambil menuntun keledai”. Luqman kembali mengingatkan anaknya, ”Anakku, dengar ya yang mereka katakan!”

Situasinya serba salah. Orang-orang terus usil. Bapak yang naik keledai, dinilai salah. Giliran anak yang menunggangi keledai, juga salah. Akhirnya  Luqman dan anaknya sama-sama menunggangi keledai itu. Orang-orang yang menyaksikan bertambah marah, “Hah, dua orang itu tidak punya belas kasihan, kok keledai yang kecil itu ditunggangi berdua”. “Dengar ya putraku!” kembali Luqman mengingatkan anaknya. Setelah mendengar ocehan orang-orang di pasar itu, Luqman dan anaknya turun dari keledai. Mereka berdua sama-sama menuntun hewan tunggangannya itu. Lagi-lagi orang-orang kepo tak habis-habisnya. Mereka bereaksi, “Ah, dua orang itu bodoh sekali, ada keledai kok tidak ditunggangi?”

 Setelah mencermati semua reaksi orang-orang yang kepo tersebut, Luqman pun menasihati anaknya: “Hai anakku, lakukan apa yang bermanfaat bagimu dan jangan engkau hiraukan orang lain. Aku harap engkau bisa mengambil pelajaran dari perjalanan ini.” Pesan yang disampaikan Luqman itu sangat jelas. Ini sangat penting, terlebih di zaman sekarang begitu banyak urusan yang berlabel unfaedah  alias tak bermanfaat. Bila kita menuruti semua omongan orang, bukan hanya terombang-ambing, tetapi akan lebih membuang-buang waktu yang menghasilkan perkara yang sia-sia. Padahal pepatah menyatakan, jangan bodoh seperti keledai yang terperosok ke lubang yang sama. Tetapi sadarkah kita bahwa, banyak urusan sekarang yang membuat manusia lebih “serius” di perkara yang remeh-temeh dan sia-sia,  kepo, usil, mau tahu urusan orang lain saja; yang bisa menyebabkan terperosok ke lubang sama berkali-kali? Dr Moh Subhan SD Director PolEtik Strategic

Editor : Redaksi