Jaga Kelestarian, Jokowi Berikan SK Hutan Adat Untuk Masyarakat Adat Pidie

Reporter : -
Jaga Kelestarian, Jokowi Berikan SK Hutan Adat Untuk Masyarakat Adat Pidie
Tiga tokoh Masyarakat Hukum Adat (MHA) Pidie bersama Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pidie Firman Maulana menunjukan SK hutan adat dari Presiden Jokowi, Senin (18/9/2023)

Jakarta, JatimUPdate.id,- Hutan di Aceh sebagian besar adalah kawasan lindung yang saat ini rusak akibat penebangan lia. Kebijakan kehutanan Aceh saat ini mengacu pada Undang-Undang tentang Kehutanan, Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh, dan Intruksi Gubernur tentang Moratorium Logging.

Upaya untuk melestarikan hutan-hutan di Indonesia terus dilaksanakan oleh pemerintah. Pelestraian hutan membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Presiden Joko Widodo menyerahkan surat keputusan Perhutanan sosial dan surat keputusan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) kepada perwakilan dari kelompok masyarakat dari berbagai daerah di Senayan pada acara Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, Energi Baru Terbarukan (LIKE) di Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (18/9/2023).

Baca Juga: Pj Bupati Pidie dan Pj Ketua TP-PKK Pidie Sambut Hari Raya Idul Fitri Bersama Warga

Jokowi, didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Pakar, menyerahkan secara simbolis SK tersebut kepada para perwakilan penerima termasuk Surat Keputusan (SK) Tentang penetapan hutan adat mukim di wilayah Kabupaten Pidie.

SK Penetapan Hutan Adat mukim di Kabupaten Pidie itu sendiri dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Mukim Pidie Mengelola Hutan Adat

Mukim merupakan masyarakat hukum adat di Aceh yang memiliki kewenangan pemerintahan, penyelesaian sengketa serta penguasaan atas pengelolaan hutan adat ulayatnya. Mukim mempunyai system hukum dan kearifan lokal dalam penguasaan atas pengelolaan hutan adatnya, berupa; anjuran dan pantangan, kelembagaan, dan adat budaya tersendiri.

Sebaran hutan-hutan di Kabupaten Pidie yang telah ditetapkan sebagai hutan adat mukim, meliputi wilayah Kemukiman Beungga Kecamatan Tangse, kemudian Kemukiman Kuyet dan Kemukiman Paloh Kecamatan Padang Tiji.

Tiga tokoh Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang menerima langsung SK hutan adat dari Presiden Jokowi, masing-masing, Ilyas Mukim Beungga Tangse, Khalidi selaku Mukim Kuyet dan Muhammad Nasir Mukim Paloh.

Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pidie Firman Maulana mendampingi langsung para Masyarakat Hukum Adat (MHA) saat menerima SK hutan adat mukim itu.

Baca Juga: Malam Takbir Akbar Bersama di Masjid Akbar Al Falah, Kabupaten Pidie Aceh, Dihadiri Pj Bupati

Usai penerimaan SK tersebut, Pj Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto meminta masyarakat untuk mengelola hutan secara maksimal.

“Pengelolaan hutan adat yang telah ditetapkan harus dijaga dengan baik dan dipelihara kelestariannya. Sehingga hasil alam di hutan adat tersebut dapat bermanfaat kepada masyarakat,” pesan Wahyudi.

Dalam sambutannya, Jokowi meminta kepada masyarakat untuk menggunakan lahan perhutanan sosial tersebut secara produktif. “Kalau sudah terima saya akan cek. Jangan hanya mau diterima tapi ternyata ditelantarkan. Harus ditanami,” katanya.

Sementara itu, Menteri Siti menyebut presiden membagikan 1.541 unit SK dengan luas areal 1,046 juta hektar lebih. Serta SK Tora seluas 107000,  termasuk dalam SK hutan sosial untuk hutan adat seluas 90.000 hektar lebih bagi 23 kelompok adat.

Baca Juga: Penjabat Bupati Pidie dan Sekda Gelar Silaturrahmi dan Buka Puasa Bersama Insan Pers

Selain itu, ada juga SK mitra konservasi seluas 297. 000 bagi 607 kelompok masyarakat perhutani dan kemitraaan perhutani untuk masyarakat produktif. Menurut Siti, hingga September ini, telah dibagikan 6,37 juta hektar bagi 1,29 juta kepala keluarga dalam 9642 kelompok atau gabungan kelompok.

Izin pengelolaan khusus diberikan kepada masyarakat selama 35 tahun. Ada tiga semua, yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, dan Hutan Tanaman Rakyat. Hutan tersebut tadinya dikelola oleh Perum Perhutani seluas 2,2 juta hektar. 

Setelah adanya SK tersebut, lahan hutan seluas 1,2 juta hektar dapat dikelola oleh masyarakat. Pengelola wajib membayar penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Izin tersebut akan dievaluasi setiap lima tahun sekali. Pengelolaan harus mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu memenuhi aspek manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi. (Yah)

 

Editor : Nasirudin