Catatan Mas AAS

Menjadi Pejabat Di Era Digital Harus Pintar Membawa diri

Reporter : -
Menjadi Pejabat Di Era Digital Harus Pintar Membawa diri
Peringatan Maulid

Semalam penulis menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad. Singkat kata acara berlangsung khusuk dan dihadiri oleh pemimpin teras organisasi dan segenap pengurus, plus undangan dari majelis daerah di Jawa Timur.

Cukup banyak peristiwa dan sudut pandang sebuah tulisan bisa dibuat, kalau mau dipaksakan. Namun hal itu bukan karakter penulis dalam membuat sebuah tulisan. Penulis harus ada sebuah emosi, atau setidaknya sebuah pemantik yang membuat penulis tertarik, penasaran, atau terlecut seketika, dan biasanya secara auto, hp itu di on kan lalu tulisan itu seketika jadi, tanpa perlu edit, dan akibatnya kadang ada typo juga eror, wajarlah!

Baca Juga: Kekuatan Berbicara

Nah, justeru ide tulisan itu malahan muncul pada pagi ini. Ini masih berkaitan dengan gambar photo semalam yang diunggah ulang di grup WhatsApp MW KAHMI JATIM, photo sambutan KorPres baru yaitu Dr. Agung, yang di unggah oleh Mbak Jeni sambil di kasih capture sebuah tulisan. Dan maaf tulisan nya off the record ya tak bisa penulis kutip. Nah dari Capture tulisan itulah, ide tulisan muncul, seperti pada judul tulisan di atas!

Karena penulis juga sangat familiar akan diktum dan frasa perihal leadership, karena kebetulan mengajar mata kuliah kepemimpinan di dalam kelas kuliah. Capture tulisan yang diunggah Mbah Jani, menjadikan penulis membuka file lawas, bagaimana hikmah serta nilai-nilai sebuah kepemimpinan mendapat semacam interpretasi yang beragam: menyoal sikap, gesture, dan tindakan seorang pemimpin baik pemimpin organisasi, institusi, bahkan pemimpin non formal di masyarakat.

Diam dan berbicaranya seorang lengkap dengan gesture yang ditampilkan akan mendapat interpretasi yang berbeda-beda dari audiens, dalam konteks pemimpin di republik ini, boleh jadi audiens nya adalah partai, tokoh politik, dan tentu saja rakyat.

Sikap selalu menempatkan diri seorang pemimpin dalam level apapun benar-benar diamati dan diperhatikan. Meski saja kadang atensi yang diberikan oleh seorang audiens terasa berlebihan, bagaimana lagi resiko menjadi pemimpin memang begitu. Sikap dan gerak gerik nya menjadi sangat terbatas, enak menjadi tukang becak, dia tidur di dalam becaknya dengan gesture yang menantang sapa yang mau memperdulikannya!

Terima kasih Mbak Jani, diingatkan ulang sebuah pokok bahasan mata kuliah kepemimpinan tentang: sikap seorang pemimpin seharusnya. Yaitu setiap pemimpin Fardu ain untuk setiap waktu: lahir dan batin nya harus on terus, meleng sedikit banyak paparazi yang siap mempublikasikan beritanya.

Baca Juga: Mahasiswa Otentik

Benar-benar tidak mudah menjadi pemimpin di jaman digital sekarang, harus puasa terus saat berada di kantor, di lapangan saat jalankan tugasnya, baru boleh menjadi manusia bebas, cuman saat sudah di rumah. Dan itupun harus terus on menyambung hubungan dengan Gusti Nya!

Dan terima kasih juga kepada Dr. Ali Mufhti atas darma baktinya kepada organisasi, serta selamat datang dan selamat menjalankan amanah kepada Dr. Agung.

Semoga dimudahkan lancarkan dalam menjalankan amanahnya, aamiin yra.

 

Baca Juga: Tidak Ada Mimpi yang Terlalu Besar Untuk di Kejar!

 

AAS, 26 September 2023

Emper Rumah Rungkut Surabaya

Editor : Yuris P Hidayat