Catatan Mas AAS
Kampung Halaman
Sembari duduk di senthong, bagian rumah utama di kampung halaman. Sambil duduk ngelaras gending lawas. Tembang-tembang yang di nyanyikan oleh Nyi Condrolukito, mampu menyulap suasana pada siang ini menjadi begitu magis!
Pikiran itu secara auto mengembara lari ke masa silam. Sebuah kehidupan sederhana penuh pelukan kasih sayang dari orang tua dan poro leluhur kinasih, seraya hadir pada kesempatan sekarang.
Baca Juga: Ontran-ontran Bak Sinetron FTV: Sebuah Drama yang Terus Berlanjut
Dan roda itu pun berputar. Generasi pun alami regenerasi. Rangkaian kejadian memutar di ingatan kepala dibarengi suara burung perkutut yang begitu kung terdengar pada waktu siang ini!
Di jaman yang serba connected seperti sekarang ini. Di mana orang-orang mobilitasnya tinggi, living borderless, dan pengaruh budaya luar terhadap lokal sudah sangat tinggi. Lalu siapa yang peduli terhadap kampung halamannya?
Apakah kampung halaman hanya semacam tempat padepokan untuk kembali mengenang sebuah memorabilia lawas semata. Setidaknya itu terjadi pada diri penulis, karena fakta dalam kehidupan yang dialaminya terjadi demikian.
Anak-anak dari desa setelah mereka selesai menempuh pendidikan formal nya di bangku kuliah, mereka teruskan menjual ijazahnya untuk diterima di pekerjaan saat hidup di kota. Berpikir kembali ke kampung halaman, hidupkan kampung halaman nya: mereka seperti melawan bayang-bayang dirinya sendiri. Bukan salah mereka sih, karena terang masa depan yang ia inginkan tak pernah dijumpainya. Setidaknya ia tidak menemukan keyakinan itu bisa dilakukan terjadi oleh dirinya.
Baca Juga: Urip Ayem Tentrem: Menikmati Gending Lawas di Emper Omah
Kampung halaman akan ramai ya hanya saat lebaran seperti ini. Itupun karena mereka pernah lahir, hidup, dibesarkan, dan terikat oleh sebuah vibrasi yang pernah mereka teguk saat masa-masa kecil hingga remajanya dahulu. Ini sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang melekat dengan peristiwa yang pernah dialami nya di masa lalu.
Sebentar lagi tidak berbilang hari dan Minggu, kampung halaman akan kembali ke setelan pabrik. Sepi lagi, yang aktif berkarya hanya Mbah Imam, Mbah Siswo, Mbah Jinem. Ketiganya sambil ngopeni petetan sapi satu-satunya yang dibuatkan kandang di samping omah limasan nya.
Peristiwa force major seperti apakah gerangan yang bisa membuat anak-anak muda mau hidup dan kembali merayakan atmosfer kehidupan ekonomi di kampung halaman nya masing-masing. Sepertinya ini masalah yang cukup menarik dibicarakan pada pertemuan alumni bisa jadi, upps. Karena menyangkut budaya dan pride juga. Seseorang itu bisa berani buka lapak di kampung halamannya, sebuah tempat bersejarah bagi hidupnya, di masa lalu, dan di masa mendatang, saat seseorang itu boleh jadi usai kontrak hidupnya di alam marcopodo ini.
Baca Juga: Inspirasi dari Kebaikan Kecil
"Masak pikiran untuk take action mengambil peran di kampung halaman, guna melakukan sesuatu yang bermanfaat menunggu masa purna?"
Entahlah. Sebuah pertanyaan yang hanya mudah dirumuskan masalahnya, namun cukup susah dirumuskan jawaban dan solusinya. Karena separuh jiwa dan kaki penulis sudah berada di tempat yang lainnya, perantauan!
AAS, 9 April 2024
Pendopo Omah Ndeso Kampung Halaman, Klaten.
Editor : Nasirudin