77 Tahun Indonesia Merdeka, Antara Majunya Peradaban Teknologi Asia Timur dan Kekayaan Negara Teluk

Reporter : -
77 Tahun Indonesia Merdeka, Antara Majunya Peradaban Teknologi Asia Timur dan Kekayaan Negara Teluk
Ilustrasi/Foto:Roy

Jatimupdate.id - Tahun ini bangsa Indonesia merayakan kemerdekaannya ke 77 tahun. Angka ini, menurut Pengamat Pergerakan Kebangsaan Indonesia Haryono Kohar, cukup tua bagi sebuah bangsa. Kemudian, muncul beragam tanggapan, selama 77 tahun Indonesia belum bisa mencapai kemajuan peradaban teknologi.

Seperti negeri Amerika Utara, Eropa Barat, atau Asia Timur, dan tidak sekaya 6 negara teluk. "Argumen itu, utamanya adalah negara negara Eropa Barat seperti Jerman, Belanda dan lainnya, juga mengalami penderitaan akibat Perang Dunia 2 demikian juga Jepang." ungkap Haryono.

Sedangkan argumentasi untuk Negara  Teluk, mereka hanya menghasilkan minyak, sementara Indonesia tidak hanya menghasilkan minyak tetapi ada emas, nikel, dan sebagainya. "Argumentasi-argumentasi ini sepintas tampak ilmiah, tetapi jika dipelajari lebih dalam, maka tidak semudah itu." tambah Dosen Filsafat Fakultas Sastra Unitomo tersebut.
Haryono mengatakan, Negara Eropa Barat dan Asia Timur seperti Jepang dan Korea, mengalami kehancuran parah pasca Perang Dunia 2.

Bahkan Korea masih berlanjut dengan perang Korea, tetapi konsep kebangsaan kolektif mereka yang tinggi, serasa senasib sepenanggungan. Tidak banyak dimiliki bangsa kita. Terutama, ketika mendapat contoh yang salah dari pemimpin bangsa yang mengajarakan nepotisme selama puluhan tahun.

"Jadi kaitan bangsa kita yang tertinggal dengan bangsa Asia Timur dalam pencapaian teknologi dan etos positif individualism dan sosial tidak lepas dari mental bangsa." tegas mantan Mejelis Pembina PMII Perjuangan Unitomo ini.

Menurutnya, Bangsa Indonesia tidak menerima ide-ide barat karena dianggap “penuh ajaran sesat”, sesuatu yang berbeda dengan Jepang yang menerima reformasi untuk menerima barat terutama dalam teknologi.

Teknologi barat, beber dia sering dicurigai sebagai menjajakan ide ide kafir barat. Sementara keberhasilan reformasi Jepang, terbukti mengejutkan sehingga bisa menaklukkan Rusia yang putih pada 1905 dan memproduksi pesawat terbang sebelum Perang Dunia II.

"Pengalaman kolektif bansga Jepang yang mengagumkan pasca PD II 1945 tidak lepas dari pengalamn sebeumnya, jadi tidak tiba-tiba hebat," jelasnya.

Disatu sisi, lanjut Haryono ada segolongan bangsa kita yang memuji kekayaan Negara-negara Muslim di Teluk Persia, sebagai bukti kehebatan mereka, yang dinilai beda dengan Indonesia.

"Benar, Qatar merdeka pada tahun 1971, sementara Indonesia lebih tua, tetapi permasalahan minyak merupakan penyebab juga. Negeri mungil yang luasnya lebih kecil dari jarak Surabaya ke  Mojokerto ini. Menghasilkan minyak  sebanyak 1.987 juta barrel perhari, dengan konsumsi minyak perhari sebesar 120 ribu per hari.

"Qatar untung 1 juta delapan ratus ribu barrel perhari! Indonesia menghasilkan 945 ribu barrel perhari, dengan konsumsi minyak sebesar sejuta enam ratus barel perhari." tegasnya

"Indonesia minus 677 ribu barrel perhari. Kebayang kan dengan tingkat konsumsi tinggi begitu, tentu saja akan menggerus banyak duit Negara." urainya.

Jadi, kata dia, akan sangat tidak tepat jika ada argumen Qatar hanya menghasilkan minyak, sedangkan Indonesia menghasilkan macam-macam tambang, macam-macam tetapi tidak sekaya Qatar (di luar jumlah penduduk).

Baca Juga: Pembukaan Uji Kompetensi Wartawan oleh Dewan Pers: Upaya Meningkatkan Profesionalisme Media

"Jadi korelasi berapa lama kemerdekaan dan keberhasilan kejayaan tidak berbanding lurus. Beberapa Negara yang jauh  lebih lama merdeka daripada Indonesia juga tidak lebih baik, seperti  Haiti." bebernya.

Kemudian Ethiopia juga merdeka tahun 1947, kurang lebih sama dengan bangsa Indonesia. Dari sudut pandangnya, tentu saja itu tidak berkaitan dengan agama tertentu. Bangsa Etiopia jelas lebih dulu beragama Kristen daripada Islandia atau Norwegia.

"Pola sejarah terbentuknya bangsa, pengaruh bentuk kolonialisme, konflik internal dalam negeri, penerimaan dan terbuka atas tekonologi, weltanschauung yang positif terhadap dunia dan sebagainya, juga merupakan faktor-faktor penting dalam keberhasilan sebuah bangsa." demikian pungkas Haryono 

Baca Juga: PMII Pasuruan Mendesak Pemulihan Demokrasi Indonesia

Editor : Ibrahim