Catatan Mas AAS

Awalnya Terpaksa Lalu Terbiasa

Reporter : -
Awalnya Terpaksa Lalu Terbiasa
Mas AAS

Manusia terdiri dari body, mind, dan spirit. Tentu spiritlah yang terus untuk dirawat, agar bisa menjadi sandaran diri untuk bisa berbuat sesuatu yang berdampak. Berdampak bagi diri sendiri, syukur bagi orang banyak!


Mengawali hari di kota pahlawan Surabaya. Dengan memberi ruang yang cukup luas untuk diri ini berimajinasi.

Baca Juga: Ibu Bumi


Namanya saja berimajinasi, tentu ratusan bahkan ribuan pikiran terlintas. Mondar mandir ke seluruh penjuru mata angin.


Tinggal menunggu pikiran itu berhenti. Dan begitu menaruh perhatian pada sebuah frase, konsep, atau keinginan yang begitu kuat.


Dan, tetiba berhenti pada sebuah titik. "Dahulu menulis itu merupakan sesuatu yang terasa sulit sekali apalagi membuat sebuah buku!"


Dan bin sala bim, bukan sulap bukan sihir. Setelah dijalani lalu dikerjakan dalam konsistensi belajar menulis yang terjaga.


Mental blok di dalam menulis dan membuat buku itu hilang, pergi, dengan sendirinya.


Meski saja hingga detik siang ini masih terus belajar. Dengan membaca dan mengintip tulisan para master dibidangnya.


Karena penulis juga ingin menjajal kemampuan menulis genre lainnya. Sehingga sudah tidak ada beda menulis fiksi ataupun juga non fiksi akan sama-sama enaknya. Karena dikerjakan dengan bahagia, tidak merasa dibebani.


Tidur sekarang menjadi pulas tidak kepikiran soal tulis menulis dan membuat buku lagi.


Yang ada justeru semacam penyakit ketagihan. Laksana dahulu belajar merokok, bukankah menulis awalnya juga coba-coba. Kini, sehari tak memahat huruf, bisa sakit itu kepala, dan jiwa itu sedikit ada yang kosong, langkah hidup menjadi gontai, tidak memiliki sandaran hidup yang pasti, karena hidup merasa tidak ada arti!


Dengan menulis, sepertinya hidup ini memiliki tujuan yang jelas.


Di hari Minggu ini, senyampang semua urusan domestik rumah sudah dikerjakan. Dan istri serta keluarga tidak butuh lagi bantuan yang berarti.


Diri ini pun bekerja keliling susuri jalan serta gang di Surabaya. Jemput penumpang dan antarkan barang.


Bekerja sudah ditunaikan, lalu siang ini pun, beristirahat. Berkarya, yaitu menulis sesuatu. Mengikat kepingan dan imajinasi dari pikiran liar yang melekat di kepala.


Semua ini akan menjadi sampah bila tidak diberi ruang untuk memuntahkan aksara dalam bentuk tulisan.


Semakin kesini penulis semakin sadar. Kegiatan menulis sudah menjadi bagian dari hidup, ia tak mungkin ditinggal walau sehari, meski pekerjaan dan urusan hidup terus menerus menghampiri.


Meski saja yang ditulis juga hal yang sederhana. Bukan sesuatu yang berat macam: masalah pilpres dan rempong nya urusan capres malahan sekarang riweh urusan cawapres. Sama sekali tak mau menulis itu, lain soal nanti kalau sudah menjadi pejabat di negeri ini saja, upps!


Dahulu bisa jadi ruang kosong yang banyak dimiliki penulis, diisi menjadi sebuah kegiatan senang-senang yang bisa jadi hanya bermanfaat bagi diri sendiri saja: bilyard, main karambol, dan lain sebagainya.


Ya sekadar metime saja.


Syukur sekarang diberi kesukaan memahat huruf, oleh Sang Pemilik Alam Raya, sehingga hal ini bisa menjadi sebuah media untuk melipat waktu yang sedemikian efektif, dan tentu ini perlu!


Dalam menjalani hidup dan kehidupan sehari-hari.


Bukankah peristiwa dalam satu hari di hidupnya manusia itu. Sudah puluhan, ratusan, yang bisa dituangkan menjadi sebuah narasi yang memberi inspirasi, bagi khalayak banyak!

Baca Juga: Menjadi Seorang kader Itu Pilihan Bung!


Dan semakin ke sini, hasrat untuk membuat buku pun semakin memuncak. Dirasakan oleh penulis.


Sudah saatnya buku Urup Iku Urup dilanjutkan buku berikutnya.


Awalnya kriwikan becandaan saja menulis dan membuat buku sekarang menjadi grojogan. Sesuatu yang ingin diseriusi!


Buku berjudul Catatan Mas AAS. Penulis kira menjadi bayi kedua yang menunggu untuk dilahirkan.


Kenapa begitu? Karena embrionya sudah ada! Tinggal edit sana-sini, harapannya buku itu tidak begitu lama lagi bisa terbit.


Di saat rehat ngojek siang ini, sambil tunggu akun grab berbunyi.


Justeru animo diri yang membuncah untuk segera dieksekusi dalam pikiran ini, adalah segera berkoordinasi dengan penerbit untuk mewujudkan lahirnya buku yang kedua ini.


Semoga saja semesta mengabulkan hajatan penulis. Bahwa lulus kuliah S3, di awali dan diakhiri dengan buat buku serta bedah buku.


Karena penulis meyakini, dengan cara inilah. Cara penulis membalas kebaikan Tuhan, serta kebaikan orang-orang terkasih, sahabat, serta kolega yang turut andil membantu kelancaran serta kesuksesan dalam studi penulis.


Semoga mimpi itu mewujud menjadi kenyataan.


Akhirnya menjadi ingat tentang pembicaraan yang dilakukan oleh penulis bersama seorang kolega, di kampus UB tercinta.

Baca Juga: Sastra Melembutkan Jiwa!


Kesimpulan obrolan kami berdua tersebut adalah sebagai berikut:


1. Tidak ada yang mengikat pikiran kita selain diri kita sendiri.


2. Tidak ada yang mampu membatasi diri kita, selain rasa takut yang kita alami.


3. Tidak ada yang mampu mengontrol diri kita, selain keyakinan diri kita sendiri.


Dan harus diakui, selama ini, kegiatan menulis, membuat buku, kuliah, dan apalagi berani membuat kegiatan bedah buku karya sendiri. Dahulu sekali, hal tersebut adalah sesuatu yang begitu sangat menakutkan, tidak mungkin penulis bisa lakukan.


Karena penulis merasa berat, dan tidak bakalan mampu!


Dan tanpa dinyana Mestakung itu pun terjadi.


Mohon doa ke hadirat pembaca semua semoga kuliah S3 penulis lancar dan segera lulus, lalu buku kedua mister AAS pun segera terbit, dan akan diadakan acara bedah buku nya usai lulus sekolah. Dan semoga akan dilanjutkan dengan karya buku-buku berikutnya! Terimakasih.


Maturnuwun Gusti.

 

AAS, 7 Mei 2023
Aditya Warman Surabaya

Editor : Redaksi