Catatan Mas AAS

Tuku Bumbu Mbah Joyo Ning Pasang Pahing Rungkut Surabaya

Reporter : -
Tuku Bumbu Mbah Joyo Ning Pasang Pahing Rungkut Surabaya
Mas AAS

Pagi-pagi benar diri ini telah mengantar istri ke pasar. Ia membeli sesuatu kebutuhan dapurnya, lalu sebagian bumbu utama yang saya perlukan buat memasak mie serta nasi goreng Mbah Joyo besok dan Minggu.

Lumayan ada pesanan hehehe!

Baca Juga: Berlomba Menabur Sebuah Karya di Semesta!

Istri masuk ke Pasar Pahing di Rungkut, sedang yang antar langsung masuk ke warkop. Semuanya punya tugas masing-masing.

Mencintai merek serta produknya adalah sebuah cara awal agar produk itu mampu diminati oleh pasar dalam hal ini pembeli juga pelanggannya. Begitu kata pakar marketing Indonesia: Hermawan Kartajaya. Juga yang disampaikan oleh bapak marketing dunia: Philip Kotler.

Setiap pemilik lapak, harus tahu ini, dan menjadikan produknya menjadi bagian penting juga hidup layaknya ia mencintai dirinya sendiri.

Bagaimana apabila diri itu gagal mencintai dirinya sendiri berharap orang lain untuk mencintai. Agak sulit tercapai.

Mbah Joyo adalah sebuah nama merek yang menurut penulis, sudah menjadi bagian tak terpisah dari jati diri dan hidupnya penulis. Nasi goreng serta mie goreng plus mie nyemek juga mie godog nya juga menjadi sebuah menu makanan favorit nya penulis. Lalu sangat percaya diri untuk menjajakan menu tersebut untuk di incip oleh orang lain.

Lalu langkah selanjutnya adalah promosi dan juga bisa memberikan servis serta memastikan kualitas rasa tetap terjaga. Begitu kata Mbah Mo di Jogja, apabila ingin meneguk rejeki dengan cara membuka lapak usaha kuliner, saat penulis mendengarnya langsung di sebuah acara suatu ketika.

Baca Juga: Manfaat Bangun Pagi!

Tiba saatnya ketika penulis bekerja sebagai dosen berbincang sampaikan materi mata kuliah di dalam kelas: bertemu mahasiswa. Obrolan seputar merek dan bagaimana membuatnya lalu di isi produk baik barang juga jasa, pastilah selalu menjadi sesi yang membetot ruang antusias penulis untuk paparkan materi itu dengan riang gembira, di dalam kelas!

Tak jarang si mahasiswa itu penulis ajak, untuk membuat merek dari nama mereka sendiri. Bagaimana pun nama itu adalah sebuah doa yang orang tua mereka harapkan terjadi menjadi cerita sukses kelak pada anaknya di masa depan. Dan sebutlah nama mu terus menerus melekat pada produkmu sendiri, dirimu akan terus senang dan muncul tanggung jawab untuk menjaga komitmen dan integritas untuk menjaga sebuah nama. Dalam hal ini produk untuk lapak usahanya.

Kalau pun tidak menggunakan nama sendiri, boleh jadi menggunakan nama lain yang telah menginspirasi hidup kita. Nama Mbah Joyo adalah nama leluhur penulis, sebagai rasa bakti penulis kepada beliau. Dan pada suatu ketika pernah memiliki sebuah imajinasi bahwa doa terbaik teruntuk orang tua juga leluhur bisa kita wujudkan dengan sebuah tindakan. Dan membuat nasi goreng Mbah Joyo dengan rasa cinta sepenuh hati untuk berbakti kepada leluhur plus melayani pembeli dan pelanggan setia adalah sebuah keniscayaan doa yang abadi dilakukan secara terus menerus. Begitu yakin penulis.

Dan dari kejauhan, si istri sudah kelihatan menuju ke warkop di mana penulis memahat huruf merajut makna pada pagi ini. Tak perlu menunggu lama tulisan segera harus dipungkasi.

Baca Juga: 14.516 calon mahasiswa Ikuti UTBK Di Unair

Tidak ada salahnya kita buat merek sendiri, produknya entah barang ataupun jasa yang kita buat sendiri juga. Seturut passion diri kita masing-masing. Lalu duduklah dengan nyaman dan bahagia, di meja kasir kerena Piti pelan tapi pasti datang dan siap dihitung jumlahnya usai jualan.

Masak buat merek dengan nama sendiri harus menjadi Chairul Tanjung dahulu dengan CT Corp nya. Kelamaan, buat saja saat awal pertama kali lapak usaha itu kita buka, apa salahnya? Tidak ada pasal hukum yang kita langgar.

Sekian.


AAS, 8 September 2023
Warkop Pasar Pahing Rungkut Surabaya

Editor : Yuris P Hidayat