Catatan Mas AAS

Proses Memutuskan Berwirausaha

Reporter : -
Proses Memutuskan Berwirausaha
Mas AAS

Haruss diakui seseorang memutuskan untuk *berwirausaha* dalam bahasa sehari-hari penulis adalah: buka lapak. Bukan lah sesuatu yang mudah.

 

Baca Juga: Ibu Bumi

 

Disaat seseorang tengah memiliki status pekerjaan utama, atau malah sedang berstatus sebagai mahasiswa. Banyak pertimbangan yang di timang-timang: apakah harus full time mengelola lapaknya atau malah di _sambi_ menjalankan pekerjaan utamanya.

 

 

Belum lagi pikiran yang mesti diputuskan: apakah saat buka lapak dikelola sendiri, atau didelegasikan ke orang lain, dengan resiko harus memberi *gaji* kepada orang lain alias karyawan.

 

 

Juga pikiran tentang produk serta jasa apakah yang akan diambil, sebagai pilihan untuk dijual dalam lapaknya.

 

 

Nah, obrolan seputar "Proses Memutuskan Berwirausaha" seharian ini, menjadi bahan perbincangan yang cukup lama kami berdiskusi bersama seorang kawan. Di markas besar penulis di Taman Bungkul Surabaya!

 

 

Tulisan ini dibuat, sebagai sebuah catatan ulang biar tidak mubazir obrolan kami berdua tadi. Kebetulan saja selain sebagai pendidik, kami berdua memiliki *kesukaan* pada hal yang sama: bagaimana memaksimalkan waktu juga lapak yang mampu kami buat senyampang masih diberi waktu juga umur yang produktif.

 

 

Karena bagaimanapun. Seseorang ketika dihadapkan pada keputusan untuk mulai *berwirausaha*, dirinya harus berpikir serta mampu mengambil keputusan strategis. Seorang wirausaha dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan penghasilan, baik dengan cara mendirikan, mengelola, dan mengembangkan usahanya.

 

 

Nah, pada titik inilah, kami berdua tadi sepakat. Untuk di awal pendirian sebuah usaha, harus perlu *kehadiran* si pemilik usaha, ia kudu *fokus* garap kerjakan usahanya, tanpa itu, ada hambatan untuk mengembangkan usahanya.

 

 

*Konsep Pengambilan Keputusan*

 

 

Sebenarnya ada sebuah pola yang dialami seseorang, ketika mau mengambil keputusan. Utamanya keputusan untuk berwirausaha. Dalam obrolan tadi kami sepakat ada tiga yaitu:

 

 

1. Terdapat pilihan, dan atas pertimbangan sesuatu, dipilihlah yang terbaik. Ukuran terbaik ini, tentu, dikaitkan dengan kemampuan dan passion kami. Apakah dari banyaknya peluang berwirausaha itu, kami akan buka sendiri, atau bermitra dengan orang lain. Terus untuk produk dan jasa, kami akan bergerak di usaha kuliner, jasa kepenulisan semisal, atau beli *bisnis* orang lain, kami hanya andal kan bagi hasil dan komisi saja. Ini semua ternyata juga *gampang-gampang susah* dipilih. Tapi kami berdua sepakat, harus ambil keputusan, dan dicoba dibuka lapaknya!

Baca Juga: Menjadi Seorang kader Itu Pilihan Bung!

 

 

2. Harus memilih lapak usah yang terbaik, dari pilihan yang ada. Kembali, kami sepakat seseorang itu harus *segera* mencoba buka lapak pertamanya, istilah kami adalah *pecah telur* soal modal, juga soal skala usaha. Kami berdua sepakat dimulai dengan yang kecil yang mungkin kami kerjakan. Kalau suka masak, dan masakannya enak, dari situ bisa dibuka *warung*. Kalau suka menulis, suka presentasi, suka berbicara di depan orang, boleh tuh di buka lapaknya *sekolah publik speaking*. Atau kalau sukanya malah jual bisnis orang lain, andalkan *komisi* mengapa tidak, itu juga bagus dicoba.

 

 

3. Antara keputusan dan keinginan yang diharapkan semoga sama. Artinya keberanian mengambil keputusan untuk berwirausaha dan membuka lapak, adalah sebuah keinginan *lawas* sedari jaman masa lalu, namun hanya berhenti di keinginan semata, tak sempat terwujud. Keputusan diri untuk berani membuka usaha, adalah sebuah pendidikan besar yang bersifat empirik, untuk memberi *keyakinan* pada diri seseorang itu, bahwa ternyata ia bisa buka usaha. Dan kami berdua sangat setuju, itu sebuah pengalaman penting yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan.

 

 

*Faktor Seseorang Berwirausaha*

 

 

Dalam lanjutan obrolan kami berdua tadi siang di Taman Bungkul Surabaya. Sebelum berakhir pertemuan tersebut. Ternyata kami berdua mencoba mengevaluasi tepatnya membaca ulang. Faktor apa saja sih yang dahulu menyebabkan kami berdua memiliki keinginan untuk membuka lapak usaha. 

Ternyata ada tiga juga, diantaranya adalah sebagai berikut:

 

 

1. Faktor keluarga. Bisa jadi faktor ini memanglah benar. Kalau dari pengalaman penulis, mulai dari orang tua yang dahulunya jualan *batik* juga pernah jualan sembako, dan pernah jadi *juragan* produk olahan pertanian. Dan saudara juga banyak yang punya lapak usaha, hal tersebut membuat penulis tidak *gamang* untuk buka semisal: mister kentang Kriwul, nasi goreng Mbah Joyo, bahkan jualan travel umroh dan haji, saat itu. Kembali lagi faktor dari keluarga ini juga besar sekali mempengaruhi cara seseorang untuk memulai lapak usahanya.

Baca Juga: Sastra Melembutkan Jiwa!

 

 

2. Faktor yang disengaja. Bisa jadi semakin ke sini, dalam keinginan untuk membuka lapak usaha semakin mudah saja. Ingin merintis usahanya sendiri, senyampang masih menggeluti profesi utamanya, entah sebagai karyawan, eksekutif, atau malah sedang berposisi sebagai pendidik, seperti yang dialami penulis sekarang dan rekan penulis tadi. Ingin mencoba dan praktik langsung, ini juga dorongan yang kuat seseorang ingin buka usaha.

 

 

3. Faktor pemaksa. Bisa jadi karena ada PHK, pensiun, atau ada pengurangan karyawan. Faktor-faktor ini yang memaksa seseorang untuk buka usaha buat menyambung hidup awalnya, saat dilihat usahanya berkembang pesat, malah jadi penghasilan utama bakan mampu memberi *pekerjaan* kepada orang lain. 

 

 

Kurang dan lebihnya obrolan diskusi bersama kawan lama yang *berposisi* sama-sama sebagai pendidik. Ternyata di sela-sela kami berdua tengah membicarakan beban kerja sebagai dosen untuk terus melaksanakan tugas tri darma sebagai dosen dengan baik, kami pun sedang kepikiran untuk mengevaluasi atas lapak kita masing-masing. 

 

 

Semoga saja tulisan sederhana ini, dapat menjadi *pemantik* bagi mahasiswa kami, syukur bermanfaat bagi para pembaca. Bahwa buka lapak meski kecil itu baik dan penting. Dan wajib kita eksekusi, jangan dipikir saja.

Demikian dan terima kasih

AAS, 27 Mei 2023

Emper Rumah Rungkut Surabaya

Editor : Nasirudin